31.12.11

Menuju

Saya tidak akan berubah menuju perubahan yang akan merubah.
Biarkan diantara itu membantu menjadi batu yang selalu menyatu.
Lalu sengaja maupun tidak hinggap saja mengalir dengan aliran yang terus membulir.
Tak terhingga nampaknya namun biarkan saja hingga membuai pada abu yang semilir.
Saatnya jika sudah terjadi, akan saya teruskan sampai menjadi-jadi.
Seumpama ibu awan yang yang dilihat awam biasa saja.
Padahal satu sisi hingga lancip akan bermakna luar biasa.
Itu akan selalu dengan semoga dan diakhiri oleh sahabatnya,
Dia bernama amiin....

#sajak5hari : Menuju 15 menit. | V E R T

29.12.11

Kacamata, Kopi dan Hujan

Berbasah bersama teman
Berjalan saling berdendang
Terkikik hingga semi iri
Sampai pada tujuan sini
Menggadah satu kursi
Duduk tertatih memapah letih
Hingga satu cangkir temani

Saat hujan meringis rintik
Lensa memanggut satu optik
Bersama lewati bingkai demi bingkai
Di hari yang semoga tidak akan cepat membangkai
Hingga kacamata ini terus merangkai

Kelak akan berciri
Bahwa inilah tabiat sungguhnya diri
Memang yang terunik
Selalu menjadi abstrak menarik
Lanskap jendela selalu berdiri
Agar langit firdaus sana terus songsong
Biar diri menjadi indah
Hingga waktu berhenti berkesempatan



















#sajak5hari : Iya, itulah saya. | V E R T

27.12.11

Penghapus

Hai, penghapus, maafkan pensil ini yang hina.
Hanya bisa menjadi coretan bangkai buat hidupmu merana.
Selalu buat dosa dalam lembar kertas kehidupanmu.
Semoga tetap mau bimbing coretanku dengan sisa penghapusmu

Kamu semakin lusuh dan kumuh.
Percikan mengalir seadanya saja melihatmu.
Takut kamu menghilang segera dikenang.
Sampai saatnya hidupku berkisah malang.

Hanya sajak murah ini saja yang dapat diberi.
Biarkan pensilmu ini tetap menjadi hijau tanpa rasa awam yang selalu iri.
Enam huruf berbalas empat kata akan selalu terlontar.
Hingga sebelas kata pun akan selalu mengantar.

Meskipun kamu semakin belulang,
Selalu, aku akan tetap menjadi belalang.
Lompati daun, bunga hingga semua tumbuhan bergoyang ceria.
Agar kamu pun merasakan hangatnya selalu bersama tiada tara.

#sajak5hari : Untuk yang telah mau menghidupkan Piada kepada Tuan Kehidupan | V E R T

26.12.11

Lipstik Merah

Yang dipunya hanya lipstik merah musim semi.
Tidak ada alat paras lain untuk menunjang sekujur diri.
Indahnya lipstik merah ini menampar bibir dengan seni.
Sangat indahnya lagi biarkan sang adam di sini memapah tegak berdiri.
Hadir membiarkan saling perkosa hati, membuka ruang diri.
Terus dan terus biarkan mempercantik diri, lalu merenung sendiri.
Kini tiba coba menikmati pergantian hari yang awam hormati.
Semoga dia yang bernama doa segera menemui.
Lalu segera terus saling memberi dan memberi.
Hingga satu pinta berhenti berlari mencari yang terus dicari.

#sajak5hari: Candle Light, Coffee, Sweater, Snow & Window | V E R T

25.12.11

7 Hari

Hari Pertama
Hallo, saya berucap tanpa berizin.
Punah berkata maka baiknya bersuara.
Konstruksi kalimat berpatah menyimak yang berlihat.
Yang mendengar hanya sebuah jendela, burung dan mendung.

Hari Kedua
Selamat pagi, saya tersenyum lancip.
Mencoba mencairkan api-api beku di hati.
Menjamurkan satu yang akan kabur sebenarnya.
Mencoba apa daya tidak bertenaga dengan kalsium tak terpelihara.

Hari Ketiga
Selamat siang, saya berirama dengan bunda kuning.
Lihatlah arang yang sedikit tapi akan menjadi pasti.
Revolusi menjadi abu lembut, sembari menunggu nona angin.
Semoga akan menerbangkan pelan, lembut dan terharu menderu-deru.

Hari Keempat
Selamat sore, saya mencium aroma ilalang.
Sungai beserta rusa saling melompat berpetak umpet.
Sayang hanya sementara dramanya terjadi hingga menetes (lagi)
Baiknya melelapkan yang semestinya sebentar lagi nampaknya lenyap.

Hari Kelima
Selamat malam, saya gusar mengkelam.
Burung hantu diluar lanskap utara sana suram.
Semut hitam lelah terus menyapa yang sama kelam.
Langit, bintang, bulan menyapa dengan cibiran raungan malam.

Hari Keenam
Permisi tengah malam, saya ingin terus terbuka.
Banyak seruan tepat di angka 12 ini sampai saatnya layu.
Mempersiapkan semua yang nampaknya akan membutir-butir.
Hingga menutup kelopak ini, kamulah yang menjadi saksi saya memohon.

Hari Ketujuh
Selamat tinggal.
Lambaian.
Senyum.
Titik.

#sajak5hari: Satu minggu saja. Maaf, tolong, terima kasih. Amin. | V E R T


19.12.11

PUTAR

Saya jinjit, mengadah ke Utara. Dalam suatu batas yang dibatasi sebuah perbatasan. Jinjitan perlahan menundukke Selatan. Lalu, inilah abstraksi dimulai.

Saya jongkok, menyentuh lutut ke Barat. Terjadi dalam sebuah aturan yang teratur namun berhambur. Memuntahkan sendi-sendi arang. Hitam, kelam dan sebenarnya rapih tersulam.
  
Saya jingkrak, melompat terbang ke Timur. Menggali gradasi oranye. Berbunda lembayung, berayah senandung redup. Lembah saling bergulung menjadi tiga titik. Hilang dari satu optik.

Saya jerit, mengumpat 360 derajatkeliling dunia. Mencari yang wajar atau normal untuk dipilih. Mengutuk agar terketuk satu penetapan agar dikhususkan tepat pada Utara, Selatan, Barat Timur dan...UNIVERSE.

Percaya, yakin, semiotik, estetik hingga skeptik. Tergabung menuju melankoli yang absurd berharmoni. Satu lanskap dimana abstrak tertunda menuju...realis berkritis manis.

Yang Melihat itu tidak terlihat, tapi sebenarnya memperlihatkan apa yang akan dilihat. Saya jinjit, jongkok, jingkrak dan jerit apa itu hanya ilusi berevolusi delusi?

09/12/2011 03.00 pm | V E R T

14.12.11

Bulir

Hallo, jika semua bulir, mengalir sampai bertemu dengan penyair, maka apa yang akan terjadi? Ya, mungkin seperti ini. Saya berhuruf, saya berkata dan saya berkalimat. Lalu menemukan titik, koma mungkin pertanyaan. Bisa jadi menjadi seru atau berkutip.

Ketika beberapa orang menjadi oportunis, bisakah hujan ini berhenti menangis? Tidak akan menyambungkan apa arti hidup sebagai buku dan seni. Mungkin jika ada seorang anak kecil bertopi besar dengan jubah warna merah di depan halaman rumah saya, dia bisa menolong. Menari lalu bergoyang cekikikan dengan gigi gingsulnya.

Anda sendiri tahu apa arti bulir di sini? Bisa bermakna butir-butir syair yang diolah oleh seorang penyair amatir.  

Menahan lapar, menunggu hujan dan mencumbu kaca digital. |  V E R T



12.12.11

?

Ketika saya lahir, Yang Melihat, saya (katanya?) adalah manusia.
Lalu, manusia adalah apa?
Sebubuk tanah? Secair air mani?
Setulang rusuk? Sebongkah rancu dua kelamin?

Ketika saya hidup, Yang Melihat, saya (apakah?) memang hidup.
Lalu, hidup adalah apa?
Memang saya hidup?
Apakah kehidupan itu ada?

Ketika dunia terbentuk, Yang Melihat, saya (benarkah?) ada di dunia.
Lalu, dunia adalah apa?
Apa dunia itu ada?
Mungkinkah dunia itu ada di antara (yang mereka namakan) surga dan neraka?

Ketika universal hancur, Yang Melihat, saya (akankah?) mati.
Lalu, kematian itu apa?
Akankah reinkarnasi? Bisa jadi abosrsi?
Jadi setelah saya mati, saya akan bagaimana?

Ketika semua hancur, Yang Melihat, kamu (sepertinya ada?) dimana?
Lalu, kehancuran (seharusnya boleh?) dihancurkan oleh penghancuran personal?
Diizinkan bila saling menghancurkan yang (setidaknya?) terlihat selipat sudah hancur?
Atau, yang belum terlihat (sebenarnya sudah terlihat?)  itu sudah hancur berhambur?

Ini bukan sebuah distorsi abstraksi. Mencoba berbaur dengan yang tidak pantas dicumbu kabur. | V E R T

3.12.11

Abstrak

Kamu datang
Saya tak bermaksud mengundang
Kamu datang
Saya terus menendang

Kamu membantu
Saya menjadi satu
Kamu menolong
Saya hingga melolong

Saya tak berkutik
Kamu cantik
Saya diam terusik
Karena kamu dalam satu titik

Kamu lembut
Saya serupa kabut
Kamu sutra
Saya berupa sastra

Kamu sangat cantik
Kamu akan selalu antik
Kamu abstrak
Kamu akan selalu tak nampak



Terus menarik hingga ke jurang nyata. Saat saya dalam lembah maya. Terima kasih, Kamu. V E R T