19.7.13

Koma Luna

Berawal biasa. Dari sisa-sisa menuju curam penuh curang. Dan tidak pernah ingin melihat ke bawah. Sosok lain ini selalu melihat ke atas pada satu titik besar melingkar. Penuh bintik seperti nenek sihir. Semenjak itu tidak berani kembali berdurja melalui kata.

Penuh bicara sembari bersila. Tidak mau mendekati satu-satu atau dua-dua di antara nyata dan makna. Pembodohan dalam sudut 45. Semakin kecil, semakin sempit. Semakin pula dalam ke-semakin-an. Di sini hanya banyak ranting dan akar saja. Bahkan sebentar lagi akan ada banyak warna merah. Mungkin.

Maka, diharuskan pulang karena tak akan setara lagi. Evolusi kebedebahan ini meski tanpa mantra tidak lagi mampu menjamin untuk kembali menjadi seekor orang. Terus saja koma ini menghelakan nafas. Nafas-nafas haus akan warna merah murni di bawah terang.

Mata-mata itu, selalu ada pengulangan. Pengulangan di balik batangan coklat rapuh menerawang di belakang punggung. Kelam, muram dan tentu curam seperti curang yang pernah mata-mata lakukan. Pernah, ratusan warna aluminium menembus setiap bagian elastisitas diri. Sebut saja pemutilasian masal.

Lalu, pura-puranya membangkai. Saat sepi, kembali berkeliling ke batang satu hingga ribuan batang lain. Tetap saja yang menyapa hanya redup beserta degup bergetar gugup. Hingga koma kembali menghampiri di bawah lantunan desah malam.

Beberapa abad lamanya batang-batang bergema. Berbisik agar bangun mencari titik di antara seru alam yang cemburu. Lelah terus diburu jadi kamuflase bersama etalase dibentuk nisan dan selalu dihadiahi mantra  setiap malam. Seolah harus tetap bertahan sendiri(an).

Bulan menjiwai jiwa-jiwa berirama durga
Di batu curam bermuram lebam
Menuliskan nama Luna sebagai tokoh drama
Di kiri menara dunia 
Masuk surga pun penyisaan sia-sia 
Di akar, ranting, dan batang sudah neraka
Kapan ada yang akan turun segera dari angkasa?
Akhiri kepemilikan raga non makna (masih koma)

15.7.13

Vagina

Vagina duduk di pojokan simetris misterius. Menunduk, merundukan gelap menjadi lebih gelap dari keremangan sebelumnya. Sunguhnya, keperawanan adalah kesendiriansebuah bagian individual non seksual.

Tidak ada gerakan erotis. Air terjun berintik itu bukanlah peluh hasil persenggamaan percintaan dari Vagina dan Orthogonal. Sepertinya peluh akan ketakutan dari redup-redup yang-sebenarnya-tidak-menemani-dirinya.

Lalu, sebuah gerakan menengadah. Bukan. Bukan sebuah pertanda bahwa ia akan bersyukur. Bukan pula sebuah doa untuk bercurah. Vagina mesih melihat sekelilingnya belum muncul sekerlip kentalan putih.

Kembali, Vagina menunduk dengan segala tanduk yang dimiliki. Hanya berserah di sudut 45 derajat dalam kubangan tanya, "Aku akan menjadi apa? Apa aku akan menjadi aku?"

Pengakhirannya, remang, redup dan gelap muncul memberi jawab penuh seru,
"Hidupmu hanya sebongkah semen yang tidak tercipta degup serta pikir. Warnamu abu dan kaku. Tebak siapa kamu? Hahaha."

11.7.13

Morfem Juli-Desember

Ini Desember di Juli. Berkabut salju di atas angkasa. Menanggah ke atas, memang sekali pun angin bertebaran di sana. Oksigen jauh tak nampak sesekali.

Kata-kata perbait kalimat sukar terjangkau ranah awam. Awan tak perlu mengerti. Awam tak perlu lari dari sastra yang mengairi imaji. Lambat-lamba prosa dicuri. Oleh pencuri yang mencuri arti

Kembali ke awan di Desember dalam Juli. Semua terasa abu. Sungai bintang tak nampak mewujudkan setengah auroranya. Di sini hanya tertulis tulisan yang menuliskan si penulis ialah monokrom jahat berkudis.

Sedikit saja rasi-rasi berkelip muncul. Penulis masih saja menanti Desember di Juli untuk berhenti. Kembali saja di Desember yang harusnya adalah Desember masehi sejati. Juli malang.

Di jendela, semua akan berlanjut. Telah diperiksa kembali. Ada awan, awam, Desember, Juli, monokrom, jendela, rasi, sungai, bintang, namun galaksi hilang. Entah.

Siapapun ialah kapanpun yang-sebenarnya-mampu menempatkan Desember dimanapun.

10.7.13

Sepia Obscura

Seekor putri malu adalah sebutan saat kelahiran. Pada spora-spora sang penyapa tamah, menunduk seolah terkantuk.Terjawab saja dengan auman batuk. 

Menginjak sedikit besar, menyerupai jamur. Meracuni kedua kelahiran. Melawan sistemasi yang tidak tersistem. Bukannya menyebar harum, malah menyebar delusi, ilusi dan halusinasi. Bahkan rasional dan irasional sekali pun.

Setengah remaja, banyak warna bersahaja. Menempeli kelopak begitu terangnya. Seorang dukun berkata, mereka hanya ada dua. Kuning dan biru darah. Apa antonim dari terkesima? Hanya datar beraroma.

Ketika bercita-cita menjadi seekor ibu, sobeklah keperawanan. Lalu di sekeliling mayoritasnya tanda tanya menerkam, menghujam dan mengancam. Belum beranilah mamakai tanda seru. Semua masih koma.

Bertransmigrasi ke pelosok kumpulan gedung-gedung kapital, sedikit bersuara dan mencari kumpulan mamalia sedih. Hanya mendengarkan ceracauan mereka, dan mereka tertidur saat mendengarkan ceracauan sendiri.

Masih di angka 2 sesaat waktu balik berputar, dan lalu berpetulang dengan alam. Sangat liar sampai membuyar. Melupakan angkasa, dan samudera. Tidak mengenali sungguhnya telah bersatu dengan tanah menjadi nanah.

Lalu beberapa detik lalu sadar; sendiri dalam kesendirian yang menyendiri sebagai pendiri diri sendiri. Menengok 120 derajat ternyata makna kemarin, kemarinnya lagi dan kemarin lamanya lagi adalah ke-aku-an yang kaku.

Sekarang? Siapa? Cobalah tebak saat 'kau' diputar balikan menjadi 'aku'. Adakah 'kita' maupun 'kami' atau bahkan 'kamu'? Mampukah ada jawab dari tanya menjadi titik, sehingga tak perlu ada koma atau jeda?

9.7.13

Rasa Es Krim di Luar Angkasa

Mint Minus 0 Celcius
"Seperti apa bila titit berbulu dibumbui bumbu msg campur tai banteng yang membuat delusi seolah ialah Astronot no. 5 melandas menuju London sisi Pluto. Oh hidup..."

Strawberry Muda
"Tidak! Tidak seperti bila sebuah morfem bercampur ilusi lalu menyerap delusi dan merevolusikan halusinasi di sisi galaksi Plio."

Coklat Pahit
"Nah, jikalau Astronot no. 5 belum pulang mengucapkan salam karena kekurangan majas 'warohmatulohi wabarokatuh', apakah kalian menyimpan majas itu di etalase remang?"

Vanilla Hambar
"Ah musik apa ini? Perpaduang langit dan era 1920. Tempat ketika kulit astronot no. 5 masih hitam hingga kini. Masih berjemur jamur di ruang ilusi. Kisahnya memanjang. Sepanjang jembut berbulu serigala. Ah dasar acid!"

Kayu Manis
"GERAM! Aumannya seperti adegan The Grey menguliti kulitnya untuk memelihara kulit serigala pemarah. Ah, segala hati tidak ada yang murah kecuali pemurah kasih bagi segala penyayang."

Anggur Merah
"Hey Astronot kamu masih dimana? Tololnya kamu masih mengecup lolipop. The Fugs sedang berdzikir! Bagaimana ini? Kamu masih berilusi tentang makna 'nothing'?"

Anggur Biru
"Ayolah kembalikan titit membara menjadi sempurna kembali sebelum negara Api menyerang. Berikan bala bantuan untuk negara Udara, Air, dan Pohon. Lekas landas semri bernafas wahai astronot!"

Anggur Hijau
"!@#$%^&*())(&^%~!@#$%^&* : Bahasa Alien yang sebenarnya alien itu ada di dalam kantung kemihmu sendiri wahai manusia tolol akan ketololannya!"

Kismis Busuk
"Astronot masih belum tersadar juga nkarena sedang menabung dosa sebelum berpuasa di angkasa raya. Asa dan putus belum bersatu karena belum bertemu kamus."

Keju Oranye
"Apa-apaan ini? Sungguh tidak menyenang jika di bawah kain kafan bertekstur kekentalan sperma dalam pencapaian persentase 80% ketidakmungkinan akan lengket tidak akan berbentur dengan hasrat seksualitas."

Madu Asin
"Bicarakan aku pada aku yang sedang mengaku dengan paku-paku lusuh tak laku. Diamlah Vega! Diam saja pada rasi buruk rupa dengan Tico!"

Teh Hijau
"Apalagi ini kosmik? Tak begitu mengerti kosmik! Biar saja tralala-trilili dalam televisi. Astronot no. 5 masih angkuh melihat ke bawah bumi. Baca sekali lagi pembicaraan ini."

Lavender Layu
"Ayo! Kau mau apa? Hah? Masih berwarna ungu agar dicap sebagai supernova bologna dari India? India bukan negara! Negara itulah populasi berpolusi! Cih!"

Lemon Matang
"Hiatus: Karena sungguhnya pegasus sudah menjemputku sebelum pukul titik di antara 0 dan koma menggantikan titik sebagai tanda kutip. Mengerti?"

Jeruk Nipis
"Harusnya belum turun ke bumi karena di luar angkasa masih renyah. Namun serigala baik hati sedang melolong minta tolong di kolong jembatan bolong."

Apel Saturnus
"Masih ada musik disko. Padahal disko tidak diakui orbit Tuur. Payah kau! Diam saja sambil berguling di rasi bambu dan menghitamkan bawah mata lalu berevolusi menjadi makhluk gendut super tanpa celana dalam merah di luar."

Bambu Chengdu
"Sudah angka 2 dan menuju huruf 1. Tebaklah pada kilogram ke berapa Astronot no. 5 akan turun ke hutan dan menjadi mamalia yang beradu daging tak bertulang dengan Serigala baik hati?"



Kami dari segala rasa, 
mengucapkan selamat bercinta di luar semesta 
untuk Astronot no. 5 dan Serigala baik hati. 
Amin.

8.7.13

Oreo, Jeruk dan Coklat

Oreo sepucuk vanila kental dingin. Berguna unuk melumerkan bara. Pait hitam bulir krakernya menggemaskan remasan larva. Setiap gigit dan jilatan rasanya ada sebuah kelopak tangan yang terbuka. Namanya diberi harap.

Jeruk apapun berwarna oranye campur hijau. Semua manusia membutuhkan asam meski asam memasamkan raut. Terkadang selain dengan kerendahan hati, asam lawan saja dengan asam. Jangan lupa secarik senyum kecut tulus diakhir tegukan bantal bulirnya.

Setelah semua dicicip, larutkan saja ke setiap gusi. Tempelkan pada butir-butir tulang minimu itu. Lalu tertawalah selebar kau yang dimampu. Lihat di bawah panggungmu. Mereka tertawa dan bertepuk tangan berkat coklat yang kau selipkan manisnya di hidupmu.

Ini obatku dan racunku. Sekurangnya, selebihnya dan secukupnya, cukup aku saja yang menyajikannya. Tidak perlu kamu ikuti sajianku. Tolol!

7.7.13

KETOMBE

Lembaran-lembaran pohon pinus sudah dibuat. Pada waktu yang bertentangan dan menentang dirinya, ada seseorang yang sedang berpulang. Lembar-lembar itu seolah sudah percuma.Melayu, mendungu. 

Dia tertidur lelap sekali. Banyak warna putih dimana-mana. Dan ada satu pucat kusut bertebaran di bawah genteng leher. Merengek minta dikenang. Mungin karena warna sephia yang membuat mereka sombong ingin bermanja ria ingin dikenang.

Lembaran pun sedikit menguning saat ikut menjadi saksi menunggu ajal Dia. Hanya saja mereka tidak tahu apakah Dia sudah ditengguk ajal atau masih menunggu dibalik lelapya. Melihat selimut jatuh cinta dengan tubuh Dia, rasanya selimut terlihat tanggung hanya menutup setengah badannya. Sudahi saja menjadi seluruhnya. Geram dan ikhlas.

Setumpuk pucatan sephia meregang saat terelus setiap helai. Iya sebenarnya telah merasa dewasa karena sudah mampu memilih sesuatu. Iya sebenarnya sudah siap jika akhir kali ini adalah setumpuk pucatan sephi saja yang terakhir yang akan dikenang. Toh Dia sudah tak cukup mampu untuk tetap merawat tumpukan-tumpukan itu.

Makna ikhlas itu Iya katakan pada Dia,
"Kamu pergi saja. Lembar-lembar pinus ini akan aku sebar seperti kamu menyebarkan tumpukan sephia saat kita tidur bersama. Bila kamu ingin menyudahi untuk tidak menebarkan lagi pun tak apa. Toh, Tuhan masih dan tetap tersenyum. Aku sudah berkecukupan menabung sephia, menumpuk ketombe dan menebang pohon. Kini saatnya aku bersih-bersih."

Senyum dan Dia memang telah berpergian satu jam sebelum Iya berkata. Tidak ada bulir dari kisah ini. Hanya setumpuk ketombe yang tertinggal di bantal.

6.7.13

Selamat! Kalian adalah Seniman!

Layar pernah berkata,
"Kamu akan berevolusi dewasa saat dimana kamu tahu ingin menjadi apa kelak."

Lalu, Rabun berkata pula,
"Hari Minggu lekaslah pulang. Puji-pujian merindukanmu. Sudah tahu beberapa abad lalu kau menabung dosa. Kini sebaiknya berbenah."

Sesaat kemudian, Tebal ikut menyimak lalu melantunkan kata tak bernada,
"Beri aku bolpoin di bulan salju nanti. Pertanda agar Amin-mu untuk kesehatanku terkabul."

Nah, Kumis berbalik dari Tebal. Dia menuduhkan kerumitan yang membuat Nipis tertawa,
"Ah, Nipis... Usia hanya angka. Tidak penting. Apa yang lebih hebat dari ini: preman yang menyerah pada rambut putih bapaknya?"

Nipis tertidur di kulkas dan kulkas adalah saksi saat Nipis tertawa. Menyelam hasrat dunia atas pemaknaan ke-percuma-an dan ke-tidakpeduli-an. Mungkin sebentar lagi Nipis akan bangun. Oh, dan ternyata benar... Hingga berakhir dalam kebekuan. Padahal sebenarnya Nipis masih belajar.

"Ini tahun kesekian-puluh kamu hidup dan nyaris semua hal remeh sudah tidak lagi pertama; hal remeh pernah sangat istimewa.", ujar Kumis.

Nipis masih tertidur di kulkas. Malah sekarang lebih hangat dengan prosa sederhana dari Kumis. Padahal Kumis hanya berdoa dan ingin membuat Nipis senang. Namun nyatanya Nipis memang senang. Rautan keriput saja yang senang bermonolog lain di hadapan Kumis.

"Tetapi kesederhanaan pernah sangat luar biasa. Itu adalah istilah pertama yang kamu pahami dan kamu pernah mengingat namamu sendiri. Nama-nama manusia lain datang dan pergi. Kamu seperti jembatan yang dilalui banyak nama; mengantar satu nama bertemu nama lain." ucap Kumis si lincah.

Ya, Nipis terbangun dan alhasil masih mengumpul 13 nyawa untuk lekas bergegas. Dia coba mengingat yang tidak diamnesiakan dirinya sendiri.

"Detail. Memori. Remeh-temeh. Hal yang tidak perlu susah-susah dihitung pakai kalkulator. Istilah yang tidak perlu kamus." Kumis tetap berucap dan menyapu debu dari rambut marun Nipis.

Entah ada berapa jumlah huruf dalam satu kata lalu beribu kalimat. Bukan hanya seolah, namun membetuk pasti, bahwa sebuah kasih dan penting itu adalah doa. Nipis meyakini itu dan meyakini Kumis sebagai manusia biasa dengan kepemilikan jantung yang luar biasa.

"Ada banyak amin mengapung di udara. Tangkap satu saja. Sebab semua doa seharusnya baik. Amin." doa Kumis tercampur tulus. Semoga tetap mempertahankan kebersihan.

Nipis keluar dari kulkas. Meneriakan sesuatu yang buat Kumis, bahkan harapnya Rabun dan Tebal pun senang, tapi pasti senang karena Nipis kini sudah cukup matang untuk belajar tidak cepat peduli dan tidak mudah mempelajari nilai setiap manusia dari abjad matematika.

"Semoga dan amin adalah prosa mini sejoli di antara lahir, pengulangan dan mati. Mengerti, kini sebaiknya menikmati karena kita adalah sebagian seniman yang ingin mewujudkan karya aminnya semampu mungkin." desah Nipis pada jantung Kumis.

Kumis mencium Nipis selama mungkin dengan kecepatan cahaya. Apa yang terjadi? Amin.


5 Juli 1991 - 5 Juli 2013