28.12.13

Ada Benci di Ruang Angkasa

Melahirkanmu sebuah penguatan dosa. Dimana sebut saja sampah. Menjamah nanah, menunggu jadi seonggok tanah. Hingga jadilah ladang tanpa senang tak beriang. Muram pun keram tenggelam dimati karam.

Sebelumnya adalah kisah di samudera. Kini, Mikail memberi rupa sebuah muka. Melingkar muka agar berdupa sampai remuk ini berduka. Kupakai saja untuk terbang sembari lepas berdendang nada minor remang. 

Mikail masih menatap agar tetap saling menghadap. Cium hasrat dan cumbu seolah tertusuk bambu, namun mampu membuat semesta rubuh. Jadinya hanya aku, Mikail dan abuyang berpijak menjadi debu. Kami bersama remuk melintasi kabut.

Sebelumnya adalah kisah atmosfera. Kini, kami dikelilingi anagram-anagram kerlip. Dimanapun berada, mereka ada. Lanjutnya ku melepas dahaga sejenak, lalu memojok terhenyak. Tersadar dari bodoh, tersangka tetap bodoh. Oh, begitulah rasa caci dari maki untuk diri. 

Mikail kini terasa pahit, genit dan rumit. Gundah, maka meludah pun terjadilah. Saat itulah aku tiada dalam ruang angkasa. 

26.12.13

Perempuan Bunuh Diri Jatuh dari Gravitasi

Tongkat bertelapak kembali memutarkan arahan utara ke timur., lalu selatan. Mundur namun terbalik. Seperti masa depan ingin menyapa kenangan. Memulai tulisan dengan melukiskan surealis dan vandalis dalam satu rupa. 
Bagian keduanya adalah bahwa tersadar kelamin ini berupa muka anarkis tanpa batang horizontal. Oh, ya ada sedikit sesal. Dikira berupa huruf 'T' tetap dengan tanpa garis horizon pula. Hanya cukup ber-ya-sudah, mau-apa. 

Nah, sekiranya sudah ditemukan apa, maka masehi memutarkan kepalanya. Bulu-bulu panjang ini mengkanvaskan bercak darah dari gumaman gravitasi. Ikut berbicara gravitasi karena semua berbicara gravitasi. Baiklah, aku segera mati. Hmm, menolak remaja biasa baca 'tiada'.

Ini bunuh diri? Dirasa mati merintih terdidih. 

Waalaikumsalam.

"Jika aku fiksi, kamu bisa jadi anti-gravitasi."