4.5.21

DASTER


 Tuhan, jika surga itu ada, apakah dia akan ditempatkan di sana?

Seharusnya dia memakai gaun dasternya. Bukan kafan itu. Tidak lupa dengan kerudungnya, atau topi yang selalu dipakai untuk menutupi salju-salju putih di rambutnya. 

Orang-orang menyuruhku berdoa. Apakah telinga dia masih sama seperti dulu yang kurang mampu mendengar bentakanku? Setidaknya jika memang ada surga dan kau menempatkan dirinya di sana, apakah dia mampu mendengarku? Iya, mendengar pula isak tangisku yang ternyata hingga perputaran puluhan ribu detikpun aku masih belum sanggup berhenti membuat air mata ini menjadi gurun. Tidak, atau belum. Aku tidak yakin.

Tuhan, apakah aku bodoh? Memakai daster dirinya hanya agar terasa dekat saja. Entah lupa atau durhaka, peluk erat kulewat begitu saja. Merelakan tangis untuk bersahabat denganku saat itu hingga kini. Munafik kupelihara pada tangisku sendiri. Aku benci, namun terkadang menikmati. 


Tapi...

Tetap saja peluk sudah pergi.


Satu lagi,

Bolehkah dia memakai gaun dasternya di surga itu, Tuhan?

Atau, dimanapun dirinya kau tempatkan... Bolehkah?

10.1.17

SENANDIKA

 きのこ帝国 - Flower Girl

Sang Raja ialah stagnansi. Sang Ratu ialah pencibir bibir. Semua menghasilkan figura. Bersama berlomba agar dianggap kurang lebih sama. Sama akan pembedaan diri berbenih respektasi. Mengatasnamakan kemanusiaan berujung haus keakuan.

Beberapa ucap berlontar bahwa jika tak bergerak maka bangkai lekas hampiri. Namun, diri ini di sini menikmati datar dan jemu. Tetap memegang teguh atas apa yang perlu dinikmati saat ini hingga kelak capai sumbu semu. Salah satunya stagnansi tai kucing saat ini yang candu.



Firdaus ialah kesendirian yang sembari mendoakan kau, kalian, dan mereka diam-diam. Anggap saja gila jika senandikaku selalu dengan aku (lagi).

4.1.17

DOR!



Menegak di tengah distraksi pasukan semut. Berpeluh akan keluh tak berujung. Menikmati pembudakan duniawi. Sarkasme akan distorsi kastrasi tak berujung matang maupun kenyang. Lemah akan lanskap-lanskap opini mutlak nan basi. Tahu diri, tak ingin 'tuk seolah mumpuni. 

Jeniusnya tanya tentang jiwa. Tidak pikir bahwa raga kuat adanya. Cepatnya cahaya membiaskan kemunafikan para humanis penjunjung tinggi akan tingginya kecanggihan para mayor yang bertegap gagah. Tegaknya sama dengan keteguhan untuk menghancurkan kemanusiaan. Menghunuskan lembar-lembar materi untuk meracuni. 

Setelah ini berharap kalian segera runtuh. Mati tak diterima semesta. Rapuh sampai kelamin kalian melepuh. Mati pun tak diberi peti nan megah.



3.1.17

EUNOIA

 Summer in Vienna - Have a Nice Day

Kapan terakhir berpikir indah dan acuh pada anggapan-anggapan mutlak para diktator?
Kapan terakhir berpikir tenang tanpa memikirkan bahwa pemikiran manusia kebenarannya hanya bersifat nisbi?
Kapan terakhir rasa dan rasio berpeluk tanpa berperang selalu?




Kapan terakhir bahagia?