31.12.11

Menuju

Saya tidak akan berubah menuju perubahan yang akan merubah.
Biarkan diantara itu membantu menjadi batu yang selalu menyatu.
Lalu sengaja maupun tidak hinggap saja mengalir dengan aliran yang terus membulir.
Tak terhingga nampaknya namun biarkan saja hingga membuai pada abu yang semilir.
Saatnya jika sudah terjadi, akan saya teruskan sampai menjadi-jadi.
Seumpama ibu awan yang yang dilihat awam biasa saja.
Padahal satu sisi hingga lancip akan bermakna luar biasa.
Itu akan selalu dengan semoga dan diakhiri oleh sahabatnya,
Dia bernama amiin....

#sajak5hari : Menuju 15 menit. | V E R T

29.12.11

Kacamata, Kopi dan Hujan

Berbasah bersama teman
Berjalan saling berdendang
Terkikik hingga semi iri
Sampai pada tujuan sini
Menggadah satu kursi
Duduk tertatih memapah letih
Hingga satu cangkir temani

Saat hujan meringis rintik
Lensa memanggut satu optik
Bersama lewati bingkai demi bingkai
Di hari yang semoga tidak akan cepat membangkai
Hingga kacamata ini terus merangkai

Kelak akan berciri
Bahwa inilah tabiat sungguhnya diri
Memang yang terunik
Selalu menjadi abstrak menarik
Lanskap jendela selalu berdiri
Agar langit firdaus sana terus songsong
Biar diri menjadi indah
Hingga waktu berhenti berkesempatan



















#sajak5hari : Iya, itulah saya. | V E R T

27.12.11

Penghapus

Hai, penghapus, maafkan pensil ini yang hina.
Hanya bisa menjadi coretan bangkai buat hidupmu merana.
Selalu buat dosa dalam lembar kertas kehidupanmu.
Semoga tetap mau bimbing coretanku dengan sisa penghapusmu

Kamu semakin lusuh dan kumuh.
Percikan mengalir seadanya saja melihatmu.
Takut kamu menghilang segera dikenang.
Sampai saatnya hidupku berkisah malang.

Hanya sajak murah ini saja yang dapat diberi.
Biarkan pensilmu ini tetap menjadi hijau tanpa rasa awam yang selalu iri.
Enam huruf berbalas empat kata akan selalu terlontar.
Hingga sebelas kata pun akan selalu mengantar.

Meskipun kamu semakin belulang,
Selalu, aku akan tetap menjadi belalang.
Lompati daun, bunga hingga semua tumbuhan bergoyang ceria.
Agar kamu pun merasakan hangatnya selalu bersama tiada tara.

#sajak5hari : Untuk yang telah mau menghidupkan Piada kepada Tuan Kehidupan | V E R T

26.12.11

Lipstik Merah

Yang dipunya hanya lipstik merah musim semi.
Tidak ada alat paras lain untuk menunjang sekujur diri.
Indahnya lipstik merah ini menampar bibir dengan seni.
Sangat indahnya lagi biarkan sang adam di sini memapah tegak berdiri.
Hadir membiarkan saling perkosa hati, membuka ruang diri.
Terus dan terus biarkan mempercantik diri, lalu merenung sendiri.
Kini tiba coba menikmati pergantian hari yang awam hormati.
Semoga dia yang bernama doa segera menemui.
Lalu segera terus saling memberi dan memberi.
Hingga satu pinta berhenti berlari mencari yang terus dicari.

#sajak5hari: Candle Light, Coffee, Sweater, Snow & Window | V E R T

25.12.11

7 Hari

Hari Pertama
Hallo, saya berucap tanpa berizin.
Punah berkata maka baiknya bersuara.
Konstruksi kalimat berpatah menyimak yang berlihat.
Yang mendengar hanya sebuah jendela, burung dan mendung.

Hari Kedua
Selamat pagi, saya tersenyum lancip.
Mencoba mencairkan api-api beku di hati.
Menjamurkan satu yang akan kabur sebenarnya.
Mencoba apa daya tidak bertenaga dengan kalsium tak terpelihara.

Hari Ketiga
Selamat siang, saya berirama dengan bunda kuning.
Lihatlah arang yang sedikit tapi akan menjadi pasti.
Revolusi menjadi abu lembut, sembari menunggu nona angin.
Semoga akan menerbangkan pelan, lembut dan terharu menderu-deru.

Hari Keempat
Selamat sore, saya mencium aroma ilalang.
Sungai beserta rusa saling melompat berpetak umpet.
Sayang hanya sementara dramanya terjadi hingga menetes (lagi)
Baiknya melelapkan yang semestinya sebentar lagi nampaknya lenyap.

Hari Kelima
Selamat malam, saya gusar mengkelam.
Burung hantu diluar lanskap utara sana suram.
Semut hitam lelah terus menyapa yang sama kelam.
Langit, bintang, bulan menyapa dengan cibiran raungan malam.

Hari Keenam
Permisi tengah malam, saya ingin terus terbuka.
Banyak seruan tepat di angka 12 ini sampai saatnya layu.
Mempersiapkan semua yang nampaknya akan membutir-butir.
Hingga menutup kelopak ini, kamulah yang menjadi saksi saya memohon.

Hari Ketujuh
Selamat tinggal.
Lambaian.
Senyum.
Titik.

#sajak5hari: Satu minggu saja. Maaf, tolong, terima kasih. Amin. | V E R T


19.12.11

PUTAR

Saya jinjit, mengadah ke Utara. Dalam suatu batas yang dibatasi sebuah perbatasan. Jinjitan perlahan menundukke Selatan. Lalu, inilah abstraksi dimulai.

Saya jongkok, menyentuh lutut ke Barat. Terjadi dalam sebuah aturan yang teratur namun berhambur. Memuntahkan sendi-sendi arang. Hitam, kelam dan sebenarnya rapih tersulam.
  
Saya jingkrak, melompat terbang ke Timur. Menggali gradasi oranye. Berbunda lembayung, berayah senandung redup. Lembah saling bergulung menjadi tiga titik. Hilang dari satu optik.

Saya jerit, mengumpat 360 derajatkeliling dunia. Mencari yang wajar atau normal untuk dipilih. Mengutuk agar terketuk satu penetapan agar dikhususkan tepat pada Utara, Selatan, Barat Timur dan...UNIVERSE.

Percaya, yakin, semiotik, estetik hingga skeptik. Tergabung menuju melankoli yang absurd berharmoni. Satu lanskap dimana abstrak tertunda menuju...realis berkritis manis.

Yang Melihat itu tidak terlihat, tapi sebenarnya memperlihatkan apa yang akan dilihat. Saya jinjit, jongkok, jingkrak dan jerit apa itu hanya ilusi berevolusi delusi?

09/12/2011 03.00 pm | V E R T

14.12.11

Bulir

Hallo, jika semua bulir, mengalir sampai bertemu dengan penyair, maka apa yang akan terjadi? Ya, mungkin seperti ini. Saya berhuruf, saya berkata dan saya berkalimat. Lalu menemukan titik, koma mungkin pertanyaan. Bisa jadi menjadi seru atau berkutip.

Ketika beberapa orang menjadi oportunis, bisakah hujan ini berhenti menangis? Tidak akan menyambungkan apa arti hidup sebagai buku dan seni. Mungkin jika ada seorang anak kecil bertopi besar dengan jubah warna merah di depan halaman rumah saya, dia bisa menolong. Menari lalu bergoyang cekikikan dengan gigi gingsulnya.

Anda sendiri tahu apa arti bulir di sini? Bisa bermakna butir-butir syair yang diolah oleh seorang penyair amatir.  

Menahan lapar, menunggu hujan dan mencumbu kaca digital. |  V E R T



12.12.11

?

Ketika saya lahir, Yang Melihat, saya (katanya?) adalah manusia.
Lalu, manusia adalah apa?
Sebubuk tanah? Secair air mani?
Setulang rusuk? Sebongkah rancu dua kelamin?

Ketika saya hidup, Yang Melihat, saya (apakah?) memang hidup.
Lalu, hidup adalah apa?
Memang saya hidup?
Apakah kehidupan itu ada?

Ketika dunia terbentuk, Yang Melihat, saya (benarkah?) ada di dunia.
Lalu, dunia adalah apa?
Apa dunia itu ada?
Mungkinkah dunia itu ada di antara (yang mereka namakan) surga dan neraka?

Ketika universal hancur, Yang Melihat, saya (akankah?) mati.
Lalu, kematian itu apa?
Akankah reinkarnasi? Bisa jadi abosrsi?
Jadi setelah saya mati, saya akan bagaimana?

Ketika semua hancur, Yang Melihat, kamu (sepertinya ada?) dimana?
Lalu, kehancuran (seharusnya boleh?) dihancurkan oleh penghancuran personal?
Diizinkan bila saling menghancurkan yang (setidaknya?) terlihat selipat sudah hancur?
Atau, yang belum terlihat (sebenarnya sudah terlihat?)  itu sudah hancur berhambur?

Ini bukan sebuah distorsi abstraksi. Mencoba berbaur dengan yang tidak pantas dicumbu kabur. | V E R T

3.12.11

Abstrak

Kamu datang
Saya tak bermaksud mengundang
Kamu datang
Saya terus menendang

Kamu membantu
Saya menjadi satu
Kamu menolong
Saya hingga melolong

Saya tak berkutik
Kamu cantik
Saya diam terusik
Karena kamu dalam satu titik

Kamu lembut
Saya serupa kabut
Kamu sutra
Saya berupa sastra

Kamu sangat cantik
Kamu akan selalu antik
Kamu abstrak
Kamu akan selalu tak nampak



Terus menarik hingga ke jurang nyata. Saat saya dalam lembah maya. Terima kasih, Kamu. V E R T

28.11.11

Loop

Takdir adalah sesuatu yang sudah terjadi maka itu akan menjadi tabir & sulit ditafsir bila sang penelisir hanya terus berpasir dengan kafir.

Tak harus ada syarat karena bersyarat-syaratan itu tidak perlu harus mengisyaratkan yang tidak semestinya diisyaratkan dengan tersirat.

Dan jika diizinkan mungkin semua perizinan itu sudah hilang karena izin dari si pengizin untuk saling berizin agar mengizinkan.

Lalu kenapa menentang jika memang merasa tertantang untuk melarang si pengarang yang sedang mati suri di lanskap berbuah batu karang?

Baiklah jika inginnya hanya bertamu pada gunung semu bercampur rancu dengan ikat temu yang berusik dengan lembutnya telescop sang penemu.


Demi masa hibernasi agar konsentrasi dan diharapkan tidak terjadi depresi hingga menjadi basi. | V E R T


27.11.11

Kesinambungan

"Untuk apa diberi otak dan hati jika manusia itu hanya bisa menebak? Semuanya relatif. Situasional dan kondisional. Dirasa maupun tidak, anda, saya mungkin mereka, pernah atau sedang menjadi manusia yang tebak-tebakan. "

"Selamat mencari apa 'absolut' itu sendiri, karena manusia itu hanya 'belajar', dan Tuhan hanya 'melihat'. Memang masih terjebak dengan egosentris, tapi jika menjadi dua sisi, itu sendiri dapat menjadi andil yang positif dan negatif."

Manusia itu hidup untuk belajar. Mereka 'mencari' (0), mereka lalu 'memilih' (2), hingga akhirnya 'menetapkan' (1). Tuhan sudah memberi jalan lurus dan di setiap sisi jalan selalu ada opsi dua pilihan. Dalam lurusnya jalan tersebut manusia diberi kebebasan untuk membuatnya menjadi tikungan. Menjadikan itulah 'kehidupan', menciptakan banyaknya 'perbedaan' dan lahirlah 'dua'.

Pertentangan menjadi peranakan. Namun, buruk dan baiknya (jika memang ada) akan menjadi andil bagi hasil dari proses yang sudah di jalani. Proses memang seorang ayah yang baik. Dan egosentris adalah seorang ibu yang kreatif. Menjadi satu, dan yang dirasa (jika memang mampu) mereka adalah partner in crime yang selalu saling mencumbu.

Semua...saling berkesinambungan. Saling berantonim, saling melengkapi dan saling menghasilkan arti fungsi masing-masing yang kembali lagi saling berkesinambungan untuk mendapatkan manfaat dari fungsi perbedaan itu sendiri.

"Ini adalah pandangan saya. Biarkan saya yang memegang pandangan tersebut dan terus berkesinambungan dengan pandangan tersebut. Saya berhak untuk tidak melepaskan pandangan tersebut selama (jika) ada diantara sekitar yang dapat mematahkan pandangan tersebut."

"Inilah kesinambungan. Ada dan selalu di antara pandangan saya, pandangan anda, pandangan kamu, pandangan dia, pandangan mereka dan Tuhan yang sedang memandang..."

"Tolong", "Maaf", "Terima Kasih" | Semoga, Amin | V E R T

24.11.11

Karena Kamu Cantik

Kamu cantik, karena kamu pelangi.
Kamu cantik, karena kamu hati
Kamu cantik, karena kamu kunci

Kamu cantik, karena kamu setengah
Kamu cantik, karena kamu sebagian
Kamu cantik, karena kamu abu

24 November 2011, saya dan anda sebagai penjaga. | V E R T

22.11.11

Jatuh Cinta Sebenarnya Biasa

Jatuh cinta sangat tak terasa
Untuk Anda yang berpeluh asa
Karena belum pernah bisa merasa
Kreasi Tuhan yang sering makhluk rasa

Jatuh cinta memang luar biasa
Ketika lawan jenis berperasa
Saat itulah mereka memakai rasa
Sebagai pengubur putus asa

Jatuh cinta sebenarnya biasa.
Tak perlu bermati rasa.
Karena sebenarnya mereka bisa
Memerdekakan apa yang tak biasa.

Sangat tidak biasa dengan dia yang dirasa memang sangat luar biasa.  V E R T

19.11.11

Para Pemicu

Ini tulisan saya yang sangat berbeda diantara semua tulisan yang pernah saya publish. Yah, sesekali bolelah menulis yang 'agak' membuka rahasia tentang siapa saja 'mereka-mereka' yang telah memicu saya dari awal hingga masanya sekarang untuk berproduktif dalam merangkai huruf dan sangat berpengaruh pada seorang Dzikry Puji Gustina hingga di masa kini.

Baiklah pembaca maya sekalian, mari langsung kita lihat semua sosok itu satu persatu.

1. Fitria Zackia
Aries, April 17th 1991

Sahabat yang paling sayang & peduli diantara semua sahabat perempuan terdekat yang berada di sekeliling saya. Kakak sekaligus 'wanita' yang sangat berteka-teki.
Dengannya sudah bersahabat dari 12 tahun lalu, tepatnya dimulai sejak duduk di kelas 3 SD. Dulu saat masih bocah-bocahnya kami sering tukar menukar diary kami. Saling membaca apa isi diary kami tanpa ada rahasia. Dari kebiasaan itulah, hingga kini saya menjadi terbiasa menulis meskipun sudah tidak di media 'buku harian' lagi. Terima kasih Kakak Misterius \m/

2. Wiwan Saeful Ridwan
Leo, 27 Juli 1985
Rasanya ingin tertawa mengingat tepat di umur 13 tahun saya pertama kalinya tahu dan merasakan suka pada lawan jenis. Sering dan banyak sekali yang menyebut rasa suka saya pada lelaki yang berbeda usia 6th ini adalah cinta monyet. Apa pun sebutannya, saya bersyukur bisa diberi rasa suka pada lelaki sastra inggris ini. Toh saya tidak sia-sia selama 3 tahun menjadi secret admirer si Pangeran Picisan ini, hasilnya saya mampu untuk terus bisa berpuisi dalam diary di masa sekolah menengah pertama saya *uhuk ;))

3. Riski Purnama
Libra, 28 September 1987
Ini? Ekhem, mantan yang sangat sangat sangaaat paling berpengaruh besar terhadap segala perubahan yang ada pada diri saya. Mantan yang paling sangat berkesan di antara semua mantan. Kekasih pertama yang memberikan banyak pelajaran, hingga saya mengerti untuk pertama kalinya sosok 'lelaki' itu seperti apa. 3 tahun saya membuat kisah yang berliuk, berombak dan berpuyuh. Kisah kami tidak selurus yang sekitar lihat karena kami berhubungan lama atau apa pun itu persepsinya. Setiap kisahnya saya tuangkan pada buku harian yang tentunya hanya saya sendiri yang tahu. Khusus untuk buku tentang saya dengan kisahnya tidak saya buka setiap helainya pada siapa pun dan termasuk pada dia sendiri. Dia selalu membimbing ke setiap 'dunia' baru, buat saya semakin cerdas, berwawasan, dan dia mengawali di antara semua yang membuat saya yang awam menjadi 'sesuatu'. Terima kasih, kamu akan terus saya kenang sebagai Pintu :)

4. Ari Sukma Adji
Libra, 21 Oktober 1988
Nah, ini mantan yang paling bijak, motivator dan tentunya pintar. Dia pintar memicu dan mengubah saya yang emosional menjadi lebih terkendali dalam berpikir dan beridealisme. Sebelumnya saya yang sangat kekanakan kini jadi lebih cerdas untuk tahu bagaimana menjadi bijak untuk menolong sekitar. Hingga memicu saya untuk berkesenian dan menulis seperti sekarang, dialah pelaku utamanya! Terima kasih Professor! Hubungan kita yang kandas beberapa bulan lalu akan terus saya jadikan pelajaran :">

5. Wildan Maulana
Sagitarius, 23 November 1990

Tepat di tanggal 18 September saya terima permintaan pertemanan dia di sebuah jejaring sosial biru. Sedikit ada peraduan di awal lembaran kisah, tapi setelah waktu beralur dan terus berbaur terjadi suatu penyatuan antara abu dan hijau. Selalu dan selalu abstraksi hadir di antara kami. Yah, saya menikmati karena saya suka dan akan terus 'membuka' selama sosok monokrom ini terus buat pipi saya merah atau guling-guling depan monitor. Dia salah satu pemicu yang dulunya saya hanya hanya ingin 'diam', kini memunculkan sosok Hijau yang semakin 'hijau'. Rasanya memang asik dipicu seorang 'hama', tapi di antara kedua sisi saya memilih dia sebagai 'pupuk' untuk pohon imaji saya. Terima kasih Tuan Abu :-"

6. PENCIPTA
----------------

Bagi kalian yang percaya akan adanya dia, saya mungkin tidak perlu menjelaskan lagi. Dia sangat berpengaruh untuk kehidupan saya, kamu, anda, dia dan sekitar. Semuanya. Dia yang menciptakan saya otak, tangan, dan segala organ tubuh yang dapat membantu saya untuk berproduktif. Saya tidak akan menyiakan apa yang sudah tercipta dan dicipta. Sangat berterima kasih amat sangat, syukur akan terus saya lontarkan dan lakukan sebagai kewajiban. Kamu yang paling nomor satu diantara semua pemicu. Karena kamu, saya dipertemukan dengan mereka yang sengaja maupun tidak telah memicu saya menjadi lebih yang terbaik dari seorang Dzikry Puji Gustina. Terima kasih seperti apa pun kamu, saya sayang kamu :*

18.11.11

ADU diantara DUA

Semakin dini hari semakin otak kanan saya bangun dari hibernasi panjang. Entah hari ini sedang ada apa dan sedang bagaimana, emosi pun kembali bangun. Padahal dia tidak pernah hibernasi, namun selalu tegak berdiri bisa dikatakan iya. Emosi selalu bangun dan dia tidak pernah tidur ketika apa pun. Sangat hebat.

Berbeda dangan otak kanan, idealisme dan ideologi yang saya butuhkan kadang mereka sedang lelah dan sedang tertidur di bawah pohon imaji yang sudah lama dibangun. Hingga kini pohon tersebut masih terus tumbuh di alam bawah kedua otak kanan & otak kiri saya.

Dini hari ini ide kembali mengejar saya, hingga mengetuk keras otak kanan saya. Saya hanya bertepuk tangan dan tersenyum berombak tanda saya siap 'berbicara'. Entah miris atau tidak, tapi berbicara dengan kepingan huruf pun saya sudah berjingkrak.

Kini ide itu berceloteh tentang antonim disekitar. Situasi yang sering beradu. Adu apa pun itu. Adu mulut, adu otak hingga sebuah adu yang sedang terjadi sebelum menulis ini, adu persepsi dan opini suatu hal. Yah, itu memang sering terjadi di sekitar, maya atau pun nyata.

Kadang manusia yang entah harus menggambarkannya seperti apa, mereka sering dirajai oleh yang namanya emosi dan persefektif egosentris. Tapi saya memilih dari ke dua sisi, emosi dan egosentris saya gunakan untuk mengalahkan. Saya tidak menganggap mereka dari kedua itu sebagai 'raja' tapi mereka adalah budak saya. Budak untuk mengalah mereka yang terus menyerang idealisme dan ideologi saya.

Tapi saya tersadar, sebenarnya saya lebih merajakan logika. Dia yang dapat menyadarkan ketika saya yang sedang dibunuh oleh emosi dan egosentris. Logika mengajarkan saya untuk SEIMBANG seperti angka DUA yang saya kagumi.

Ketika dia, mereka dan mungkin kamu, menyerang idealisme dan ideologi saya, maka saya lebih baik mengakhiri dan tidak ingin terlibat kembali dalam perdebatan, meskipun saya picik 'saya-tidak-ingin-kalah', tapi baiknya saya tidak memilih dengan beberapa opini yang diberikan dalam suatu perdebatan.

Saya lebih baik mengalah yang bermakna bukan kalah. Mengalah pada saatnya saya merasa saya harus diam mengakhiri perdebatan dan tetap yakin berpegang teguh bahwa opini dan persepsi yang saya angkat adalah yang saya percaya. Saya menyanjung kebebasan. Tentunya kebebasan yang buat kedua belah pihak nyaman dengan arti bebasnya berpendapat, berproduktif untuk berbicara dan dapat bertanggung jawab atas kepercayaan yang keduanya yakini.

Peraduan seperti itu tidak akan hilang dan tidak akan pernah padam di sekitar saya beserta dia, kamu dan mereka. Saya menikmati segala perbedaan yang ada. Saya senang untuk menghargai setiap pendapat yang muntah ditelinga dan otak saya. Saya bahagia untuk memahami dan menghormati setiap perbedaan opini, persepsi dan prinsip setiap masing-masing pribadi.

Diantara semua peraduan itu saya terus pertekan, saya akan tetap dikelilingi angka dua. Saya tidak akan memilih untuk beradu. Saya akan menjadi dua untuk mengalah daripada terus bermulut! Saya senang menjadi pribadi merdeka tanpa harus memojokkan akan kekurangan dari pendapat masing-masing. Semuanya memiliki dua sisi atas semua persepsi universal yang dilontarkan. Saya percaya itu. Sangat percaya....

Kini ide sedang girang saya beri segelas kopi. | V E R T

16.11.11

ROMANSA

Kasih & kekasih selalu saling perkosa diri.
Ketika dilanda balada yang jujurnya tak mengada, maka mereka ada terjun dalam lubuk dada.
Romantis adalah hilangnya miris pada cumbuan pemuda & pemudi.
Disadari itulah surgawi duniawi.

Romansa saling merasa ketika berdansa tanpa peluh asa.
Inilah sempurna di antara makna penyatuan 'dua'.
Belum berani berkata cinta karena dusta terus tertata.
Seiring bertatapnya mata, semoga di akhirnya, mampu saling berkata.

Biarkan lawan jenis saling beradu.
Memaknai angka dua sebagai penyatuan.
Menghargai angka dua sebagai penggabungan.

Senandung lagu menjadi serdadu
Untuk perjalanan 2 lawan jenis itu.
Terus berjalan & nikmati perjalanan bersama karya ambigu.

"Kamu adalah kepingan dari kejahatan dunia.", lirih Perempuan.
"Kamu adalah pecahan dari hitungan teka-teki!", seru Lelaki.
"Kita selalu berada dalam sekitar sajak." kata Perempuan.
"Kita suatu saat akan meninggalkan jejak." kata Lelaki.

"Kamu abu. Terbangkan aku bila mampu." bisik Perempuan.
"Kamu hijau. Tenangkan aku hingga mendayu." bisik Lelaki.
"Aku akan tetap menjadi hijau." jujur Perempuan.
"Aku dalam keseimbangan menjadi abu." nyata Lelaki.

Di luar lanskap sana ada ilalang saling bersenggama.
Siap menyambut mereka bersama senja.
Bercinta menari dengan anak jingga.
Menikmati inilah balada romansa.

Kekasih salah satu pemicu motivasi pada kebiasaan diri. Bersyukurlah bagi yang 'memiliki'. Berkarya bersama itu buat merasa merdeka. | V E R T

14.11.11

DOSA

Berat dan sangat abstrak. Tanduk dan Agung sedang bertarung untuk penyelamatan logika.
Semoga tidak terjadi pengulangan untuk penunjukkan bahwa Supernova memang terkuat.
Menyadari logika masih terbuka dengan surga menyapa di alam sana berirama.
Kepercayaan akan istilah kata maaf akan terus berlanjut. Dimana terus berhantam dengan kata sial.
Air basahi rupa dengan kesadaran di bawah lapang runtuh. Terus mengayuh lesuh. Sangat tak terasuh.
Maafkan Agung. Selamatlah Tanduk Kau girang dan terus menyerang. Supernova gerang tak berlapang.
Ini hanya pembuktiannya. Sang Supernova puja Agung segalanya. Tetap dan akan selamanya.
Tanduk, mengajarkan. Pemicu sesat namun tak kasat. Sayang, Supernova tetap realigi semasanya.


11/5/2011 - VERT
"Mencoba bukan berarti terjerumus. Mengalami bukan berarti akan jadikan rumus."

IMPLISIT

"Hai, di sini suram beradu buram. Lalu kelam. Kamu? Hey, sadarlah! Ini sangat seram hingga mencekam di makam sang Penerkam! Tolong, siapa pun selamatkanlah aku dari hisapan kubangan hitam!"


Perkenalkan, ini Aku. Aku terserang godaan dunia. Ini tidak universal. Para awam pun tidak akan mengerti dan pasti lebih baik bunuh diri dalamdurhakanya kecongkakan.

Aku hanya memiliki satu sahabat. Satu saja. Itu pun cukup.Dia tak berperasa, tak berlogika, tak berkasat mata dan tak ada materi. Abstrak, kosong, nol, dan ringan. Tidak terwujud namun terbentuk. Dibentuk karena hasrat berombak.

Biarlah hanya dia, teruntuk yang -bila-memang-ada- melaknat untuk berdurja padaku. Tapi inilah sahabatku. Bukan dia, dia atau pun dia. Dia yang aku tetapkan setelah 2 fase. Mari, aku perkenalkan sahabatku, dia bernama SKEPTIS.



"Pencarian-Pemilihan-Penetapan" | V E R T

12.11.11

JUDIS

"Dusta adalah kekuatan untuk menutupi kebenaran. Dusta adalah kebenaran untuk menutupi kekalahan."

Mahkota tersandar, tanda aku yang berkuasa. Kuat hancurkan masa dalam beberapa kata. Menjadi rancu yang berbentuk racun untuk bunuh logika sekitar. Tidak usah berhati-hati. Aku akan berada di sisi kirimu sebagai sahabat tak kasat.

Rantai terpampang. Berbesi karat, buat kamu sekalian sekarat. Tanda aku yang menyiksa. Perasaan tertusuk dari sisi belakang. Sisi depan hanyalah belaka. Menutup geraman. Menutup serangan. Hanyalah topeng semata dengan kecantikan membinasa.

"Khianat itu dibenarkan untuk penggores kesatuan. Berbahagialah kalian yang memiliki Agung. Keyakinanmu itulah kelemahanku."

Libra bergores. Cancer berhuruf. | V E R T

9.11.11

Manusia dan Dunia

“0 (embrio), 2(tumbuh), 1 (dewasa). Menjadi 'satu' itulah yang tersulit. Tidak bisa memilih satu dari dua pilihan, belum bernama bijak.”

Manusia memang rumit. Rumit diberi agar logika terolah. Pemanfaatan kecerdasan akan terpakai bila pengendalian diri teratur. Banyak akan terjadi alur dengan kata 'kenapa'. Jika tidak timbul pertanyaan, manusia tidak akan terpicu untuk belajar dengan segala hal.

Setiap manusia diyakini punya sesuatu yang membunuh namun menenangkan. Kenapa? Tidak selamanya sesuatu yang 'selalu baik' buat mereka puas. Hanya mencoba bersyukur saja terkadang berat. Apalagi untuk selalu menerimakan sesuatu yang datang-pergi dari diri dan sekitar.

Tercipta kata 'sementara' agar semua diberi batas. Sejujurnya. Jika tidak ada 'sementara', 'kesempatan' tidak akan ada. Kerumitan ini hanyalah sementara. Diyakini jawaban ada pada diri. Dari proses yang akan berkesempatan, namun kembali lagi pada jalan-Nya.

Semakin cerdas, tingkat ketidakpuasan akan semakin tinggi. Butuh pengendalian keseimbangan dua sisi. Proses akan menjadi utama daripada hasil. Perjalanan dari proses lah yang akan menjadi guru untuk diri. Timbullah pengalaman

Antonim akan selalu ada dalam kehidupan. Beralasan, itulah sebenarnya pemicu agar manusia selalu mencari & menyelesaikan antonim didepannya. Memang terkadang dan selalu monoton. Lawannya? Adalah kata 'beda'. Itu yang akan mengalahkan monoton.

Selalu ingat dengan 'sebab-akibat'. Atau mengrti dengan makna 'iya-tidak'. Kita memilih, lalu menjalankan. Selanjutnya memahami. Pertanyaan dari diri, akan terjawab sendiri. Jawaban ada pada pilihan diri sendiri.

“Tantangan tertinggi di dunia: Menciptakan, menjalankan dan memberikan keseimbangan dengan diri dan sekitar.”


Rumit sedang memperkosa. Dilema sedang perkasa. | V E R T

3.11.11

Labirin Bilur

Labirin egosentris persefektifnya mengundang gulana.
Pijakan satu titik alur tak beratur. Kemana harus diulang dalam mencari tujuan.
Reaksi fasis terjadi ketika dogma berbentur dengan firasat.
Perasaan retak dengan Agung akibat pematahan logika.
Apa yang menjadi angka satu kini dalam sisi tengahnya?
Tidak tertutup kemungkinan sang Zionis kini tak berupa.
Apakah labirin itu, menyesakkan yang kini dipijaki.
Tak ada kehampaan mempositifkan magnum magnetik realiginya.
Berangka nol kini simpulan akhirnya tak bercahaya.
Hey, alurnya ak bersenyawa, tak bernada, mungkin terlupa.
Lambat tanpa kepastian sampai tertukar dengan kepercayaan.
Labirin ini sesat, sesak, dan serak membakar dogma pada diri.
Persefektifnya hanya pandangan dengan kurang kondusif.
Jatuh dalam alunan roda memutar tanpa hilang arah.
Zionis berada dalam alur neraka, berserakah tidak ramah.
Fasisnya beradu dengan egosentris hingga hilang estetis.
Terekam sekarang dibalik jalan labirin tanpa bertemu ujung.
Bunuh sendiri tanpa dogma lagi dalam hati.
Rasakan akibat, pikirkan sebab sungguh bodohnya.
Itulah karma, Agung beraroma berkasih nyata sebenarnya.
Mati dalam labirin abstraktis hilang mengapung statis.

Hari ganjil di awal November, bosan sedang bersapa. | V E R T

30.10.11

BLUES

Duduk mengisi senja
Dengar senduan senyawa
Detak seruput rasa
Inilah dia nada ter-Surga

Depresi berpersepsi mati
Gadis tertidur tanda menikmati
Nadanya mengikat tanpa tertatih
Geraman sendu menjadi harmoni

Puitisi terkadang peluh
Petikan terkadang gemuruh
Telinga hingga menggebug
Hati sampai dag dig dug

Bernama Blues, ayahnya dari semua
Kesakitannya menjadi raja dunia
Sampai redup terlutut tetap dipuja
Selalu menjadi titik poros turunannya

"Since I've Been Loving You" & "Ball and Chain": Sepanjang masa | V E R T

25.10.11

SUPERNOVA

Mari, saya akan kenalkan dia. Dia seorang penjelajah kehidupan. Sejatinya seorang yang cerdas karena dari apa yang sudah dia banyak jelajahi. Termasuk semua hawa yang banyak membuat dia banyak bersketsa di setiap lembar sketsanya.

Dia saya sebut seorang Supernova, banyak berjalan dengan beberapa hawa. Bukan beberapa, nampaknya berpuluh sepertinya. Apa yang dia inginkan selalu terpenuhi. Menggoreskan hawa untuk terlungkup padanya. Pemujaan mereka padanya tiada henti tanpa demi masa.

Sepertinya bukan karena rupa tapi dupa. Itu kharismatik berwujud unik ada dalam dirinya. Dupa asapnya menyebar hingga ke terjunan hati tiap hawa yang mencumbunya. Nampaknya itulah utamanya dia untuk menjadi seorang Supernova.

Setiap sketsa lembaran kisah demi kisah memulai dan selalu berada dalam akhir setiap perjalanan yang bergores sia. Kadang berestetika, kadang hanya berwaktu seketika tak berupa rahasia. Monoton dengan pengulangan absurd berulang. Di sinilah puncak pertanyaan berhinggap dengan terulang terus berporos namun persefektif.

"Apa yang harus dicari? Seperti apa lagi? Harus bagaimana? Ingin seperti apa? Tidak ada satu pun, mungkin berpuluh dari mereka tidak ada yang membuat diri ini menjadi adam yang hingga bisa merasakan tragis, miris bahkan berlama untuk menangis. Aku haus dengan rasa sakit. Kenapa mereka beku, kaku dan tidak tajam seperti paku? Ini sangat terlalu lurus."


Dia memang abstrak. Merasa dan menyadari. Banyak sketsa yang telah dia buat tapi tak ada yang buat dia ingin mengsketsa lembaran tiap kertasnya dengan pensil warna. Di setiap cerita dengan para hawa itu selalu berakhir berabu. Seharusnya ada aurora sang hawa satu saja yang menyelip di helai kertas sketsanya itu. Kembali ke dua sisi dia sadari memang diantara mereka tidak ada yang berdiri menusuk menjadi duri ke dalam hatinya. Sungguh absurd.

Sebanyak apa pun hawa yang berketuk dan tunduk meminta salam pada pintu kehidupannya, tidak ada (mungkin belum ada) yang buat dia berbinar. Mengeluhlah dia, sang Supernova.

Kembali, dia berdupa. Dupa sebagai bentuk dia menjadi adam yang cerdas membentuk sebuah idealisme buat dia dikagumi para hawa. Dari kecerdasannya pula, lalu dia menyimpulkan apa yang belum disimpul selama perjalanannya ini:

"Mengalir dengan hembusan angin dan air sebagai titik objeknya. Mungkin menunggu atau mencari tanpa terburu. Mungkin lebih baik begitu adanya. Aku akan belajar untuk tidak berbuat sia pada mereka yang sudah mengetuk dan akan menunduk padaku."


"Bimbing aku Agung. Pertemukan aku di depan nanti dengan sejatinya hawa yang sesungguhnya akan menjadi RATU bagiku, jika memang dia dicipta dan akan menciptakan masa depan untukku juga. Amin..."


Sedang beristirahat dengan ujian dan bertarung dengan waktu. |  V E R T

21.10.11

Oktober

Oktober bersapa menambah kata terbata keluar tertata.
Oktober mengakhiri dalam alir terairi dari intisari kematian suri.
Oktober dengan yang dicinta bertambah tua dan bertambahlah air mata.
Oktober merajuk, merayu dan menyeru untuk kembali memutar kisah yang lalu.

Oktober menyimak yang tersampaikan dengan yang terabaikan maka, bermaaf.
Oktober yang suram sedang menyulam keinginan agar mendapatkan masa ke depan.
Oktober kisahnya berhenti hingga di angka 10 dengan banyaknya berpuluh kesalahannya.
Oktober berupa namun tidak serupa dengan kemungkinan yang sudah terjadi, lalu menjadi mati.

Oktober air mata yang tertahan dengan kekuatan logika yang bertahan terus menahan dan menahan.
Oktober meninggalkan di pertengahan waktunya yang belum akhir di angka 31 dengan memakai angka 21
Oktober terus bermaaf hingga terjadilah saling memaafkan di angka 21 yang berakhir kata maaf (kembali)
Oktober akan enyah hingga mengunyah kisah dengan terengah dalam tengah-tengah poros akhir masalah.

Oktober semoga panjang umur!
Oktober semoga sehat walafiat!
Oktober semoga ceria!
Oktober semoga dan semoga.

"Oktober, selamat ulang tahun..."


Semoga dan selalu semoga, diakhiri dengan Amiin... | V E R T

14.10.11

DUA

Saya memilih dua sebagai pilihan dari semua pertanyaan.
Saya mengagungkan dua sebagai angka dari semua hitungan.
Saya memastikan dua sebagai jawaban dari semua keraguan.
Saya merajakan dua sebagai satu dari semua keinginan.


Inilah dua, semua tercipta dari dua.
Dua adalah perbedaan.
Dua adalah pilihan.
Dua adalah penciptaan.
Dua adalah kenyataan.

#15harimenulisblog TEMA 15 #quote @hurufkecil | V E R T

13.10.11

Perbedaan

Perbedaan adalah ketika aku hijau dan kamu biru.
Kita bercampur menjadi Pelangi.

Perbedaan adalah ketika aku ranting dan kamu daun.
Kita berevolusi menjadi Pohon.

Perbedaan adalah ketika aku air dan kamu angin.
Kita berhulu menjadi Awan.

Perbedaan adalah ketika aku vokal dan kamu gitar.
Kita bersenandung menjadi Blues.

Perbedaan adalah ketika aku senja dan kamu hujan.
Kita bercinta menjadi Sore.

Perbedaan adalah ketika aku perempuan dan kamu lelaki.
Kita bersatu menjadi Pasangan.

Perbedaan adalah ketika aku jemari dan kamu cincin.
Kita berjanji menjadi Selamanya.

#15harimenulisdiblog TEMA #14 #pernikahan @hurufkecil | V E R T

12.10.11

Keluarga Jeruk

Ini kisah Si Kecil dan Sang Renta kembali. Kisah dimana mereka berdua sedang terduduk di belakang halaman rumah kayu lusuh mereka. Mereka sedang bercengkrama melihat Ibu Matahari yang menyiulkan cahaya ke bumi. Pantulan kebahagaiaan dari langit biru cerah itu buat mereka berdua menjadi keluarga bahagia.

Sang Renta kini senyuman terhenti selepas ketika Si Kecil mengeluh. Perut Si Kecil meronta untuk diberi asupan pangan. Tanpa Si Kecil berkata pun, perutnya yang telah mendahului untuk berbicara secara tersirat. Sang Renta kini bermuram. Bingung apa yang harus dia beri, sementara buah pangan pun sudah tidak ada.
"Semiskin inikah, hingga aku tidak bisa menyuapi perut cucuku tercinta?"

Ah Si Kecil menahan dengan tegarnya topeng di mukanya. Menutup segala keinginanannya tanpa ingin buat Sang Renta bergalau marau. Ya, namun Sang Renta kini dia berdiri, lalu berjalan. Segala usaha apa pun demi cucu lucunya akan dia lakukan.
"Duduk manis di kursi rapuh ini, Nak. Aku akan mencari sesuatu yang bisa perutmu kunyah."

Langkah demi langkah, pelan dengan sangat perlahan dia mendekati sebuah pohon jeruk yang daunnya anggun dan tentunya buah menggiurkan peluh. Pohon itu tepat berdiri dibelakang rumah lusuhnya. Diam sesaat mendekati sang pohon, namun ada sisi penolakan yang buat dia mundur satu langkah.

Si Kecil menghampiri, dengan lusuhnya dia berkata dengan sangat pelan.
"Pak, tidak ingatkah pohon ini yang kita tanam beberapa bulan yang lalu? Kini dia sudah sehat ya?"
Sang Renta mengerut. Apa benar ini ditanam oleh dia dan cucunya beberapa bulan yang lalu?
"Benarkah itu, Nak? Apa pengaruh umur membuat ingatanku kerut juga seperti kulitku ini?"

Tanpa berobrol panjang dipetiklah buah oranye oleh Si Kecil. Sangat oranye. Cerah, dan berwarna ceria. Lalu dia langsung membuka kulitnya dan membagi dua.
"Ayo bukalah Pak. Semoga manis asamnya bisa mengingatkan bahwa anak buah ini telah kita tanam beberapa bulan yang lalu."


Cairan, bulir dan rasa..rasa si buah oranye itu sangat mengobati haus dahaga Sang Renta. Sepertinya Pencipta juga sudah mengirimkan keajaiban pada setiap bulir oranye tersebut.
"Aku mengingatnya, Nak. Buah ini memang yang kita tanam. Nampaknya buah ini keajaiban dari Pencipta. Suatu saat ayo kita berkebun. Setiap biji yang terlahir dari anak oranye ini akan bermanfaat untuk di masa depan."


Si Kecil tersenyum. Gigi depannya yang berlubang dan hitam menambah keceriaan Sang Renta. Dengan polos dan riangnya Si Kecil berceloteh,
"Aku senang, Pak. Suatu saat pohon ini jika beranak pinak dia akan menjadi bagian dari rumah kita. Rumah yang membentuk sebuah keluarga. Rumah yang yang memberikan perlindungan. Untuk semua organ tubuh dan lingkungan kita. Iya kan, Pak?" 


Sang Renta tertawa lemah. Dia mengelus kening cucunya. Mencium dengan penuh kasih sayang. Sayang kepada cucunya, sayang kepada satu-satunya bagian hidupnya yang dia miliki hingga kini. Sekarang, berbahagia dan merasa mereka lah keluarga satu-satunya yang paling sejahtera. Pohon jeruk itu sudah menjadi bagian dari rumahnya. Rumah mereka dengan kayu ronta, sudah lumpuh, lusuh dan rapuh. Namun, pohon berbuah oranye muda itu sudah menyembuhkan kelumpuhan dari rumah tersebut. Menambah kecerahan warna dan estetika dengan berdirinya pohon oranye muda itu dibelakang halaman rumah.

"Suatu saat rumah ini akan menjadi seorang Raja dengan kebun jeruk sebagai selir sejatinya, Nak."

#15harimenulisdiblog TEMA 13 #rumah @hurufkecil | V E R T

Kertas Kenangan

Setiap lembarannya Nona Pohon berbicara dengan liukan kedua sahabatnya. Bapak pulpen atau adik pensil. Selalu dalam lembarannya Nona Pohon bercerita tentang kisahnya. Kisah-kisah dia yang terkadang seperti pelangi, namun terkdang seperti kabut.

Suatu hari dia berencana akan menutup kisahnya. Kertas menyanggupi untuk tidak menyimpan perkata dan perkalimat dalam tubuhnya lagi. Dia pun tidak sanggup melihat Nona Pohon membanjiri tangis hingga tetesannya merintik ke bawah pipi. Hingga tersentuhlah pesakitan air tersebut menyentuh si kertas.

Kertas akhirnya menolak untuk menerima tulisannya sang Nona yang sedang menggalau ria. Kesanggupan sang Kertas sangat lemah, dan mungkin ingin mengalah. Sangat sakit melihat paras sang Nona yang terkapar karena lapar oleh secuil harapan kasih. Siapa yang buat Nona seperti itu?

"Kertas, saya tidak akan memberikan kisah lagi dalam lembaran putihmu. Biarkan kisah tentang adegan saya yang ditinggalkan Tuan Kacamata ini tersimpan dalam memori kenangan. Kenangan paling retak, dan nampaknya retakan itu tidak akan bisa direkatkan lagi."

Kertas paham dengan perkataan Nona Pohon. Dia akan menutup semua perlembarnya menjadi sebuah buku. Buku usang yang tersimpan dalam rak tua, berwarna coklat dan penuh disinggahi jaring laba-laba. Tersimpan dengan sangat rahasia, rapih dan rapat-rapat.

 Ketika rindu pada kertas dan segala isi buku kenangan dengan cerita kisah Tuan Kacamata, Nona Pohon pasti akan menengok sebentar. Membuka, membaca dan kembali ke portal masa lalu. Masa dimana dia dan Tuan Kacamata saling bercumbu, dicumbu dan mencumbu. Masa ketika dia dan Tuan Kacamata saling bahagia menempelkan bibir masing-masing untuk saling merasa bahwa mereka telah menjadi satu sejoli dan sejati.

#15harimenulisdiblog TEMA 12 #mantan @hurufkecil | V E R T

10.10.11

Rintik

Nyonya awan kali ini kurang ramah. Saya memalingkan muka. Berharap lembayung yang menyapa. Namun, basahnya langit menurunkan anak rintiknya ke bumi. Menembus kulit yang peka pada air. Saya menggigil.

Di bawah pohon hijau itu ada seorang hawa. Berbaju klasik, berkacamata besar coklat era 60'an dan duduk dengan kursi tua. Apa dia menunggu seorang adam untuk menghangatkan riuhnya rintik yang berbisik selalu? Ah, mungkin itu harapan belenggu yang sempit. Sudahlah...

Saya berbalik arah untuk membelakangi sang hawa tersebut. Namun, ada penolakan dari sisi kanan yang berkata, "Ke sana lah. Temani hawa itu untuk bermesra menunggu sapaan lembayung hingga rintik ini berakhir." Tertegun sesaat, semoga harapan ini bukan kosong semata.

Perlahan dengan langkah pasti, saya melangkah padanya. Pada pohon, kursi dan makhluk yang sedang duduk menggalau di sana dengan melihat ke depan dengan tatapan harapan besar untuk menunggu warna oranye bersinggah di sore hari yang mengabu basah.

Waktu akhirnya berkesempatan. Saya menyapanya dengan sehangat mungkin. Senyum pun saya jatuhkan pada bola matanya. Dia membalas dengan binaran mata yang besar. Di sinilah adegan iu dimulai. Saya segera duduk, lalu membuka adegan ini dengan konversasi halus. Bertanya padanya apa yang harus saya bantu. Sang hawa tersebut hanya menunduk.

Berkatalah dia, "Saya berharap senja itu datang, menyapa dan mencumbuku di sore kelam ini. Dan, senja itu kini sudah kembali. Dia bukan datang dari tertutupnya Nyonya Awan yang mengabu itu, tapi dia sangat dekat. Duduk di kursi tua ini, bersebelahan denganku di bawah pohon hijau ini.Terima kasih, Senja. Saya cinta kamu. Biarkan rintik dari langit dan mata ini menjadi saksi. Saya tidak ingin ditinggalkan dan meninggalkan perasaan yang mendalam, itu hanya untuk seorang Senja. Ya, itu kamu..."

Tak ada satu huruf, kata, atau pun kalimat yang tersampai dari organ tidak bertulang ini untuk sang hawa tersebut. Saya hanya membalas dengan kecupan. Kecupan pada keningnya yang basah karena rintik. Kecupan yang bermakna, saya akan mempersunting dia esok hari di bawah pohon ini. Sebuah cincin saya lingkarkan di jemari dia yang besar. Akhirnya, peresmian untuknya sebagai seseorang yang terakhir sudah terjadi. Saya sang adam yang paling bahagia di dunia pada hari itu....

#15harimenulisdiblog TEMA 11 #hujan @hurufkecil | V E R T

8.10.11

27

 Saya sakit. Saya terlalu merindukan kamu. Kamu yang selalu mendukung disaat saya lelah dan terkapar. 
Saya... Saya benar-benar sakit. Saya belum pernah sejatuh cinta ini pada sebuah makhluk bersuara lantang, kuat dan erangannya.. buat saya terdiam. Terdiam karena berpikir, mengapa Tuhan memberikan 'wahyu' seindah ini untukmu?
Diangka 27 kenapa kamu cepat meninggalkan saya dan mereka yang menangis mengharu bahagia disaat dengar kicauan bluesmu? Harmoni, estetika dan rasa yang kamu beri, sungguh surga duniawi untuk telinga dan hati.. Ini sungguh!

Saya akan semakin sakit untuk meneruskan rindu dalam wujud tulisan ini. Cukup! Anggap saja ini surat untukmu. Semoga kita bisa saling bertemu dalam alam lain. Ketika Blues, kopi dan senja menyatu, ketika itulah saya akan bertemu denganmu dilain waktu. Semoga...

Saya tidak mampu bersenandung seindah blues yang kamu jeritkan pada dunia. Tetap lantunkan blues di surga sana.



Rindu yang rancu, Janis Lyn Joplin. | V E R T 

5.10.11

Biasa Saja

Saya ingin sewajarnya ketika bercengkrama dengan mereka. Tersenyum sebahagia dan senyaman mungkin dengan keadaan tetap dengan mata terbuka bukan terbuta. Tanpa harus mengurangi rasa saling menerima, tetap bertoleransi pada perbedaan dan teguh untuk memberikan penghargaan atas kebaikan masing-masing yang silih memberi.

Saya ingin normal ketika menjalani kehidupan biasa saja dengan menjalani tantangan Tuhan dengan apa adanya. Tanpa harus mengeluh dan berupaya berpeluh asa.

Saya ingin biasa saja ketika membuat kisah dengan lelaki yang saya sayangi. Tanpa perlu harus bercumbu dan menyumbu. Tanpa harus memakai 'naluri sampah' untuk saling bersetubuh.

Saya ingin biasa-biasa saja pada semua yang terbaik dalam diri saya. Tidak ingin berlebih dan meminta lebih. Tidak ingin melebihkan dan dilebih-lebihkan. Ini saya, saya ingin biasa saja untuk terbiasa pada semua kebiasaan ini....

Terkadang memakai bermacam topeng dengan logika Abnormal. | V E R T

29.9.11

Nona Senja & Tuan Lembayung

Sore itu sangat...sangat oranye sekali dan dalam perjalannanya Nona Senja tersenyum dalam lelap. Berfikir dan bercita semoga dia dipertemukan dengan Tuan Lembayung.

Nona Senja menutup mata, kini Bulan tidak bekerja. Dia tidak muncul menyapa. Pasrah saja. Mungkin Bulan sedang marah pada Nyonya Awan dan anak-anak malamnya. Dan ketika itu Nona Senja berdegup kencang sekencangnya harimau berlari berburu mangsa. Ya, Harimau itu berburu untuk menangkap satu titik temu. (Inilah) yang dia harapkan, sangat amat diharapkan.

"Sudahlah Tuhan, aku bukan Harimau. Aku hanya berupa kekanakan dan sangat buas untuk mewujudkan harapan. Dan malam ini saatnya. Ayo pertemukan! Dimohon dengan sangat!"


Kini Nona Senja berada dalam hutan. Ya, terlihat di sana hadirnya Tuan Lembayung sedang bersenandung dengan lantangnya. Jantungnya mati sesaat. Jiwanya terkapar merapat. Gusar? Iya, gusar sekarang memenangkan situasi ini. Situasi yang Nona Senja itu dewasa sesaat. Berfikir ke masa lalu. Penolakannya dahulu pada kesempatan sang Lembayung buat sesal yang berbisik pada perasaan terdalam. Maka, lahirlah sebuah anak. Dia bernama, 'pertanyaan'!


Mata, adanya titik temu itu pada satu mata. Matanya yang berkobar saat bersenandung. Keras dan gagah. Sangat menampilkan estetika. Harmonisasi dan lengkingan Tuan Lembayung buat Nona Senja hampir mengaburkan nyawa. Inginkan satu nafas dalam satu detik saja, namun senandung dan rupa dia buat Nona Senja berpanas tidak sanggup menutupi keambisiusan harapannya.

"Itukah bentuk surealis dari Tuan Lembayung? Tuhan, terima kasih sangat. Bukan rupa yang diingakan, tapi pertemuan ini yang diidamkan."

Detik-detik menjelang akhir dari drama, akhirnya Tuan Lembayung bersapa. Nona Senja terbata untuk berkata. Hanya senyum dan binaran mata yang kini mempertemukan satu titik temu. Titik yang dimana mereka berdua mengharapkan untuk saling temu. Sayang, waktu sedang tidak berkesempatan. Keterbatasan menjadi penghalang tidak untuk saling lebih lama bertatap rupa bagi mereka.

Tuan Lembayung tadi telah bersenandung. Kini pada Nona Senja hanya ada rasa mengapung. Yakinnya, kisahnya hanya akan menggantung tanpa ada tali yang terhubung.  Semoga dia tidak terus berkabung.

"Tapi saya senang dengan amat sangat, Tuhan. Terima kasih. Berikan saya kesepakatan lagi jika memang saya bisa menjadi satu dengan salah satu ciptaan-Mu itu."

Dalam keadaan masih terbata terbatas berkata. | V E R T

25.9.11

Surat Professor

~ Vert Dumm Piada
Hijau adalah warna hebat, lebih hebat dari warna sebelumnya yang pernah ada. Anak-anak sangat menyukai warna hijau, karena hijau bagaikan rerumputan dan sebagian anak kecil menyebutnya dunianya atau pun temannya.

Mungkin tidak mudah memahami ia. Hijau selalu berlari kemana dia mau, kemana dia kejar. Ia tidak menginginkan semua orang menuntutnya melakukan perubahan. Dia berpikir bahwa dia adalah dia. Bukan remote yang bisa dirubah sebagaimana anda menonton televisi.

Hijau memiliki pribadi yang luar biasa. Terlihat bodoh dalam berkata dan bertindak. Namun, sangat menyenangkan dan menghangatkan bagi sebagian teman disampingnya. Amarah ia sesekali memuncak, namun tidak berangsur lama meski saya pun sering merasa kesal dengan ulahnya.

Dia manusia penuh canda, tawa dan inti dari semua sangat berbeda. Ketika wanita pada umumnya merawat tubuhnya dan wajahnya. Ia tidak demikian. Ia cuek dan tidak memikirkan hal yang memusingkan. Ia pun mendengarkan lagu yang tidak biasa didengar hal sebayanya. Lagu zaman sekarang hanya merusak telinganya. Mau tidak mau saya pun harus menyelam ke dunianya. Bukan karena paksaan, mungkin sudah menjadi kewajiban lelaki untuk berbaur dan melebur.

Saya hanya berharap pada Hijau, bahwa saya tidak berniat mengganti pupuk yang menumbuhkanmu sekarang. Biarkanlah kamu berkembang sebagaimana kamu senangi. Mungkin sesekali saya mengarahkan timur, utara, barat dan selatan. Selebihnya, anda yang menentukan.

Saya tidak mau merubahnya. Saya senang dengan keaslian anda dengan hal bodoh yang membuat saya tertawa. Dan, inilah mengapa saya menamakan "Vert" "Dumm" "Piada"



23.9.11

Arubiru Anindya Pati

Memahami tempat berlabuhnya satu sisi tempat yang menyajikan surga duniawi. Tersiksa mendekap kehidupannya. Mendambakan uluran tangan bersayap cahaya, tulus dan lembut. Hangat memangsa bahagia di langit sana. Itu yang diharapkannya.

Sisi semu dari kehidupan kematian alam bawah logikanya merapatkan bahwa dia hidup memang berjalan tanpa kesempurnaan. Menjamah rindu Sang Tuan yang mengurai cumbu kebutuhan untuk alam firdaus sana. Tidak berirama dengan angin menyepoi. Dia hanya terbawa arus ombak berpuyuh dengan kencangnya -yang berakhir- kata rusak.

Terdampar dalam kotoran kelamin perusak kelugasannya untuk untuk 'tidak berperasa' pada sosial sekitar. Berjalan dan terus berjalan pada sisa hatinya yang masih mewangi untuk mengurai kedatarannya pada yang disayang. Ada satu pertanyaan kembali, "Mengapa mereka meniupkanku ke belahan tempat penuh dalam kubangan kemunafikan jika pada masanya aku hanya menjadi benalu dan dirusak?"

Dia ingin membiru tragis. Kekesalan dan kesedihannya buat peluh menjadi keluh. Sadar tidak sadar hanya cinta yang sejatinya akan membuat rambut yang terurai itu bisa terelus halus -hanya-oleh-seseorang-yang-tulus'. "Mengapa? Mengapa? Dan..mengapa?". Dia masih buta untuk memahami perjalanan menuju kematiaanya. Padahal, itu bukan hal sendu untuk dijadikan drama hidupnya.

Ini tidak akan disesali, namun akan ditangisi. Tapi dia tidak berharap apa pun. Semakin jauh melangkah, dia makin perih dan letih untuk siap diberi jawaban dari kata 'mengapa'. Ini dinamakan sakit. Ini dinamakan penyakit. Pikirnya mungkin itu.

Dalam dunia semu berwujud kaku. Hatinya tak bisa terjamah oleh apa pun dan siapa pun. Abstrak bila dijelaskan. Dia tidak mengerti makhluk apakah dia. Terlalu keruh bila diludahkan dalam kata-kata. Ratapan usang mulai membelanga dalam pikiran kosongnya. "Iya, aku gila. Lebih baik aku membiru. Mereka sudah kosong dan untuk apa aku hidup jika kekosongan mereka tidak bisa penuh dengan arti 'diberi dengan tulus'?" 

Tiba saatnya mengerti, jeritan berbentuk astral itu berbunyi. Mengiung-ngiung dalam khayal berwujud yang sebentar lagi akan diwujudkan. Bulan purnama sedikit menguning, kini menemaninya bersama gelap berabu tercampur biru. "Ya, aku akan menutup mata. Akan aku lakukan. Ini takdir yang aku buat."

Salah? Sepertinya mereka yang merusak pun sudah mendekap kegilaan yang kini terpelihara dalam logikanya.  Bermaaf, sudah terlambat. Berbicara sudah membisu. Berlinang dengan terjunnya air mata, sudah berbuat. "Tidak Tuan, aku tidak akan menyesal. Tagisan ini hanya sementara. Dalam neraka nanti aku akan menikmati. Jemputlah Iblis untuk menerjunkan arwahku dari tubuh biadab ini."

Maka, perlahan tanpa usang, dia terjun dari ketinggian. Tersenyum menikmati pesakitan yang dia terima. Menyadari inilah yang dia sebut bahagia, cinta dan damai. Tidak perlu ada beban, membebani dan terbebani. Maka, selamat tinggallah untuk mereka yang menyiakannya. Cerita kisahnya terlalu absurd untuk diperdebatkan dan dibuat kalimat.

"Tuan, inikah damai? Aku menikmati tubuhku dicumbu angin, bulan dan malam. Jaga mereka, -yang buat aku lumpuh- hingga sampai aku bertemu dengan semuanya di neraka nanti. Izinkan aku untuk bermaaf pada-Mu dan pada dunia sementara ini. Aku, Arubiru Anindya Pati, ingin berterima kasih untuk keabstrakan ini. Amiin."

Kirana sedang bersenandung. |  V E R T

11.9.11

D A T A R

Semoga tidak layu menjadi senja tanpa oranye. Kembali akhirnya pada masa transisi. Tanpa dia yang berwarna. Nampaknya hampa. Berguguran tanpa arah. Kasihan beribarat daun kering. Jatuh pada jalanan retak tanpa siapa pun yang menginjaknya. Tidak terjadi kontraksi apa pun. Hanya angin yang menggerakkan, namun sementara. Kadang kencang, kadang pelan, dan kadang berudara. Sungguh lelah dan melemah.

Anggaplah itu beberapa putaran ribuan detik yang lalu. Mari ke ribuan detik selanjutnya. Kini berusaha kembali segar dengan embun bersimbah dari terbitnya mentari. Dan nampaknya kembali menjadi lebih oranye meskipun ini bukan senja. Tapi, ketika membuka logika, ternyata ini hanya fatamorgana dan kembali berorgasme sementara. Yah, akhirnya kembali seperti biasa. Layu tidak, Hijau pun tidak.

Inikah datar? Sepertinya dengan keadaan normal akan terjawab, IYA! Kosong tanpa siapa pun. Hampa tanpa apa pun. Hanya menghasilkan kata 'tanpa', 'tanpa' dan 'tanpa'. Sangat abu-abu dan dendamlah pada kelabu. Terjadi pertentangan dengan kata 'mengapa', 'mengapa' dan 'mengapa'. Nampaknya akan membenih rasa lusuh seperti tanpa koma dan titik.

Isyaratnya, kapan akan terjadi pemberhentian masa ini? Siapa yang akan memicu untuk perubahan yang lebih berwarna dari masa ini? Apa yang dapat membunuh masa ini? Bagaimana cara berdiri kembali dari masa ini? Berapa lama akan terjadi masa ini?

Kebingungan terjadi. Ketakutan makin mengabadi. Kini, mengamati sendiri hingga menikmati. Memotivasi diri sendiri meski inilah akhir dari letih. Meskipun hampa, tapi itulah sisi nikmatnya. Memunculkan ke-absurd-an dalam logika. Simpulkan sesuai dengan segala yang sudah terjadi akhirnya inilah anugrah. Sebuah tantangan. Sebuah pertarungan akan membesarkan dan pastinya menguntungkan untuk pembentukan diri. Semoga..

Anak matahari masih tersipu dalam gelap. | V E R T

8.9.11

DI ANTARA

"Kenapa dan Semoga"
Pertarungan logika dan emosi kembali dicambuk.
Angka dua semakin diagungkan.
Angka satu tetap yang meraja.

"Cerdas dan Kekanakan"
Dua karakter dipahami.
Adaptasi dibutuhkan demi keuntungan.
Keseimbangan diperlukan hingga tersadar ialah tantangan.

"Mencari-Menunggu-Menjemput"
Silahkan memilih sampai terjadi persekutuan pada diri.
Perjalanan sedang terlaksana hingga nan jauh ada jawaban.
Kesepakatan akan diberi dengan yang dipilih dan terusaha.

"Seimbang"
Tersulit-Paling sulit-Amat-Sangat
Tetap diantara dua, silahkan kuatlah dengan tantangannya.
Lakukanlah karena itu pembentukan pola apa pun dalam diri.

"Terlalu dan Satu"
Terlalu pada apa pun, bunuhlah!
Terlalu pada siapa pun, hindarlah!
Hanya satu, terlalu pada Penguasa ter-sempurna diantara paling sempurna.

Saat Munir telah menjadi abu-abu pada angka 7. | VERT DUMM PIADA

31.8.11

S A M P A H

28.8.11

Mati Rasa

Berkata setelah bungkam.
Terlelap setelah menanti.
Berhenti lalu diam.
Tertidur, lalu mati.

Ini rapuh, hey Sang Darma.
Ini lepuh, hey Sang Darma.
Ini layu, hey Sang Darma.
Ini sendu, hey Sang Darma.

Maaf, tidak akan berlanjut wahai Sang Darma.
Maaf, tidak akan melanjutkan wahai Sang Darma.
Maaf, tidak akan dilanjutkan wahai Sang Darma
Maaf, karena ini adalah mati rasa...

27.8.11

3 Masa

Dia sudah mencintai yang berbakat merangkai huruf menjadi karya baca.
Dia sudah mencintai yang hebat memperkosa cat dengan kuas pada nona kanvas.
Dia sudah mencintai yang tangguh mempertahankan rasanya hanya untuk satu hawa.

Dia sedang tersakiti oleh putus asa.
Dia sedang tersakiti oleh menyerah.
Dia sedang tersakiti oleh 'berakhir'.

Dia sekarang berusaha menjadi yang terbaik darinya, untuknya.
Dia sekarang berjalan menjemput impiannya, yang (semoga) ada padanya.
Dia sekarang berikhlas membuka dirinya, bukan hanya untuknya tapi untuk segala yang dia kasihi.

22.8.11

Cerdas & Damailah!

Ini neraka bagi mereka yang berpura-pura. Mengenakan segalanya berupa putih. Tempat penuh abu-abu ini akan mereka rusak bila dibuka pada masa disaat para awam berhenti makan untuk menunggu suara merdu di saat matahari terlelap.

Pencipta mencipta perbedaan agar bisa melihat dua sisi. Dimana perbedaan itu akan menjadi jalan ukur agar makhluk pencipta itu (sebenarnya) menjadi lebih pintar. Sayang, kebodohan sudah menjadi raja dunia. Mereka yang tidak menguntungkan angka dua hanya mengikuti satu jalan. Sangat bodoh!

Menghargai dengan ikhlas tanpa muluk dan busuk. Berat melakukannya.Beberapa yang mengaku dan diakui sudah cerdas pun susah berbuat itu. Mengapa? Aku lebih merasa, perbedaan ikhlas dan menghargai antar sesama itu adalah suatu ilmu hakiki. Mengibaratkannya seperti wahyu. Mungkin hanya beberapa makhluk yang memiliki kemampuan tersebut. Dan, mungkin beberapa lainnya hanya menjadi 'sikap', maka itu berkekuatan sementara.

Terlalu banyak makhluk bodoh yang jauh dari damai, perdamaian, kedamaian dan sulit berdamai. Aku (terkadang) masuk kedalamnya. Bagaimana menciptakan dan memperbaikinya? Bagaimana menimbulkan kicauan bururng putih yang merdu menenangkan antar sesama itu?

Terlalu banyak sesama yang membuang kado termahal yang pencipta beri. Makhluk pendendam inilah masuk seperti mereka yang bodoh. Aku tidak mengagungkan keadaanku, dalam diriku atau apapun aku. Namun, bila pemenuhan kecerdasanku sudah cukup untuk hancurkan raja kebodohan, maka aku (saat ini) ingin merubah dunia.

Mempersuasikan sekitar untuk saling memberitahu, saling menyadarkan, saling mencukupi, saling bertanya jawab, bahwa saling menghargai, saling berdamai, mendamaikan dan memberi damai antar sesama, baik yang mempunyai Pencipta, mempercayainya atau kosong sama sekali itu indah.

Semoga tulisan ini akan sejahtera. Mengajak 'mereka' sedikitnya, merubah logikanya bila berhasil. Dan, semoga kesejahteraan mereka yang (sudah) tahu tentang dua sisi baik & buruk membawanya hingga ke Firdaus sana. Beruntunglah mereka yang cerdas. Ingin menyebarkan kicauan burung emas yang menerangkan dunia dan sesama. Amiin.

Ketika Republik merasa merdeka, namun bodoh akan aturan dogma - Agustus 2011
V E R T

18.8.11

Abu Berbahagia

Hai Abu, aku sudah menyimpan sebenih kasih. Dimana selalu aku tabung, hingga diakhir pemenuhannya nanti aku akan mengutarakannya padamu. Memberi agar kamu bisa bahagia bersamaku.


Hai Tanda Tanya, maaf kamu terlalu bimbang di detik akhir. Kamu penentu payah. Aku hanya membutuhkan 1 kata. Tidak berat, tinggal kamu memilih. YA atau TIDAK. Kamu salah, karena memilih 'diantara' bukan 'antara'.

Hai Abu, maafkan dan aku akan memaafkanmu. Aku terlalu berbesar rasa sepertinya. Aku retak sebenarnya. Aku tidak boleh berair peluh seharusnya. Aku pecah kini masanya. Maka aku akan berlapang...

Hai Tanda Tanya, detik sekarang aku sudah menabung benih kasih pada warna yang lebih membahagiakan. Dulu aku abu menyendu. Kini aku sehat, berwarna pada akhirnya hingga kedepannya.

Hai Abu, ini remuk tapi aku ikut terbang damai dengan kabarmu kini. Sekarang aku akan turun, menunggu dan akan lebih tepat dan cepat untuk menjawab pertanyaan mereka yang ingin berbahagia denganku kelak.

Hai Tanda Tanya, aku sudah menyimpan benih kasih pada satu warna. Iya, warnanya beri keindahan untuk diriku & dunia. Dia warna yang sempurna diantara semua warna yang paling sempurna. Aku bertemu dan mendapatkannya, Pelangi...

Hai Abu, beri aku doa, semoga aku lekas sembuh dari pesakitanmu dan segera memberi benih kasih pada warna maha estetik, kelak. Aku berselamat atasmu dan Pelangi. Semoga terikat selamanya kalian. Amiin.

13.8.11

GELAP

Ada pojokan putih ternoda debu, maka terduduklah melenguh. Tubuh luar mengkerut. Pencipta menatap mengerut. Kapan terakhir mengeluh? Waktu ini akan dilakukan.

Di sini dingin, Sir. Tahu artinya hambar, kosong, abstrak dan tidak ada? Seperti di sini. Terhempas di pojokan lusuh dengan hati lumpuh.

Kapan aku terakhir memuji dirimu, Sir? Aku tidak mau meminta maaf, aku malu, tapi kamu tahu apa yang aku mau dan maksud.Aku tidak ingin berminta. Tapi.. di sini hampa. Hambar tidak ada rasa.

Siapa sahabatku? Rohaniku terlalu berlogika. Aku memuja siapa?Takut. Aku takut. Terlalu takut. Amat sangat takut. Tapi takut bukan sahabatku.

Tidak ada keinginan untuk berdoa, tapi harus berdoa pada siapa. Siapa yang akan mewakili? Di sini terlalu hambar.

Jariku melekat dengan lutut. Aku bertelanjang tubuh dalam pojokan putih dengan jaring kusut. Menutup mata dengan titik 3 hitam dalam kecam.

Tidak ada yang berjanji di sini. Tidak ada yang menjanjikan apa pun. Maka aku akan terus tutup, tertutup & menutup.


Hai, perkenalkan, aku gelap. Bersahabat dengan sepi. Bersejati dengan hampa. Bersetubuh dengan kosong. Inilah aku. Jangan dekati, jangan cumbui. Sesal yang akan menjadi kekasihmu nanti.

Jangan tanya, kapan aku datang. Aku selalu hadir. Jangan harap Pencipta karena aku yang akan mengharap kamu untuk bunuh diri dalam ruang lingkup hitam. Tanpa siapa pun..


Akuilah karena aku GELAP...

2.8.11

Bulan dan Senja

Bulan nampak cantik namun senja amat sangat kharismatik.
Bulan kerap agresif cumbui saya, namun senja tersipu malu bila saya cumbu.
Bulan hanya memunculkan namun senja menenggelamkan.
Bulan menyimpulkan, senja menyempurnakan.
Bulan menemani dengan teh, senja menemani dengan kopi.
Bulan selalu senyum, senja selalu sendu.
Bulan perkosa jiwa, senja perkosa raga.
Bulan terbang di langit, senja jatuh ke langit.
Bulan itu saya, senja itu aku.
Terima kasih Bulan dan Senja. Aku sayang kalian :)

30.7.11

SYAIR LIAR

Sendiri angkuh dalam tembok retak
Ada pembatas menghantam mimpi
Di sudut itu idiot menjadi abstrak
Maka kini dia menepi berapi-api

Jamur merayu semu menggapai
Psikedelika perkosa jiwa
Nikmat sesaat tercapai sebelum menjadi bangkai
Kini terjadi, putusnya nyawa

Jangankan luka yang melata
Hingga demi masa hati masih berdesir
Lidah berdosa ingat sekarang terbata
Dikubur mengubur terkubur kubangan pasir

22.7.11

KADO PERNIKAHAN

"Selamat menempuh hidup baru?" Berat berucap itu. Nampaknya aku masih ingin bermain perosotan, ayunan dan masak-masakan. Dulu masih bermayu hingga sekarang. Cepat terasa bermulai kenal dari usia 4, bersahabat dari angka 9, hingga kini aku dan kamu berjalan di angka 20. Dan sekarang menuju ke depan kamu memulai hidup baru dengan sahabat baru. Sahabat yang akan menjadi partner dimana kamu akan berketurunan baru.

Ada pelajaran baru ketika aku menulis ini. Selain sabar, ikhlas adalah opsi terpenting dalam menerimakan apa yang akan dan sudah terjadi. Selamatlah kamu wahai kawan, sahabat atau kakak yang aku sayangi. Kini aku akan senyum sepanjang masa jika kamu ikhlas dan sentosa menerima semua tantangan Pencipta ini.

Semoga berbahagia selalu menuju masa depan. Kelak kamu berevolusi menjadi seorang wanita. Aku yang masih perempuan berhina ria, berdoa selalu, mengharu maru demi dirimu. Aku berikhlas, kini hingga tiada batas waktu, maka kini aku berucap,

"Selamat menempuh hidup baru. Bukalah pintu baru, maka kamu akan menemukan dunia baru. Nikmatilah dengan tulus, maka kamu akan nyaman selamanya. Amiiin."


5.7.11

20

Dimulai dari kaca bening, pecah rapuh, terbengkalai lumpuh, dan kini kaca itu ingin menjadi berguna sekaligus berterima kasih bagi Anda, Kamu, Dia dan Mereka yang mengambil sekaligus memperbaiki pecahannya. Mungkin ketidakutuhannya hanya akan tetap berbekas tapi semoga kumpulannya itu kini bisa menjadi cermin untuk Kamu, Dia dan Mereka yang tidak bisa berkaca antara putih dan hitam. (Amin)

Mungkin awam memuja 17, namun saya lebih mengagungkan 20. Masa dimana Perempuan penuh proses pemilihan jalan menuju ke depan dan awal revolusi menjadi Wanita. Inilah 2, dengan bertambahnya angka, bertambah dewasa, bertambah cerdas, bertambah pintar, bertambah bijak, bertambah stabil. (Ingin, Harap, Cita... Semoga, Amin)

"Sir, terlalu bodohnya saya. Mohon maafkan sebelumnya. Kini, saya mengetahui, mengerti dan mengagumi kado darimu. Ya, WAKTU adalah KADO TERCANTIK yang Anda selalu beri di setiap bertambahnya angka pada hidup saya. Terima kasih banyak hingga sebenarnya syukur ini tidak hanya bisa terucap saja. Terima kasih. Saya sayang Anda Sir..."

 Terima kasih masih memberi umur yang cukup untuk berproduktif, hey Pemberi angka '2'. Detik yang dulu, detik yang lalu, detik yang sekarang dan detik yang akan datang semoga tidak akan usang saya luangkan dan usahakan menuju langkah perbaikan dan perubahan lebih indah. Setelah detik ini dan detik nanti, saya ingin meminta padamu wahai Pemberi, perpanjangkanlah umur saya untuk bisa membahagiakan Anda, Saya, Kamu, Dia, Mereka, Sekitar dan Dunia. (Tolong... Semoga, Amin)


Selamat Bertambah Dewasa, Dzikry Puji Gustina :)
Allah swt. dan diri sendiri menyayangimu :)

Selasa, 5 Juli 2011

21.6.11

UNTUK MEREKA

Untuk mereka yang pernah, sering dan hingga sekarang masih mengumpat, menjelekkan, menyindir, menghujat dan menghina di belakang ruang yang tidak saya lihat dan saya dengar.


Untuk mereka yang menganggap saya adalah kebencian. Mudah membuat mereka boros berpikir dan berkata pada sekitar dalam lingkup yang sama & hanya satu : MEMBENCI

Untuk mereka yang menyeruput air manis yang saya beri, namun dihamburkan kembali menjadi pahitan tak bertulang.


Untuk mereka. Semoga sehat walafiat dan selalu dalam ampunan Pencipta yang Maha Pemaaf.

Di sini, di sana, di mana pun saya akan bodoh dan diam. Tidak akan banyak berbual dan menjadi nol besar. Menghindar bila diperlukan, membela bila betul tertindas. Berkata akan terjadi saatnya jika redam sudah terlaksana, maka izinkan saya bertanya lalu berbicara.

Maaf dunia dan saya ini memang selayaknya cermin. Membiaskan hal yang berbeda pada sisi kanan, sisi kiri. Maafkan.

14.6.11

PROFESSOR

Sebelumnya, terima kasih detik. Kamu beri saya kempatan untuk bersuara dalam kata. Mohon lihat, inilah tentang dia, Professor!

Professor, merupakan otak dan buku bagi seorang labil si hijau. Penggerutu yang tidak tahu malu. Selalu jadi benalu. Pencipta pertemukan mereka dalam maya. Lalu, bersua ucap salam kenal dan akhirnya Tuhan beri kesepakatan pada mereka untuk lebih lanjut.

Namun, detik mengguru. Terlalu terburu. Merpercepat perputaran lap. Mereka semakin dekat, terus jalin menjalin. Maka, tepat dalam angka sial seperti yang umum kerap katakan, akhirnya mereka bersatu. Bekerja sama untuk ke depannya menjadi 2.

Air mengalir terang, udara berhirup tenang. Professor dan hijau sedang terbiasa untuk memberi pundak masing-masing pada masing-masing. Beratus hari seterusnya Professor ajarkan ilmu untuk si labil. Terus produktif hasilkan sesuatu yang buat si labil kini mulai stabil.

Dan, kini si labil memang pintar, cerdas, bijak membantu sekitar. Dan akhirnya professor beri dia nama VERT DUMM PIADA. Tentram ketika tahu Hijau menjadi pemilik nama VERT DUMM PIADA tersebut. Maka, dia 'bersebelas kata' amat sangat pada Professor.

Hingga saatnya mereka berdua semakin menjadi 2. Professor mulai ingin masuk dalam dunia Hijau. Apa yang Hijau suka, mencoba untuk menyuka. Dalam kisah inilah yang Professor sadar dia harus memorikan setiap perkataan yang dilontarkan Hijau untuknya tentang dunianya.

Memasuki detik ke 200-an, mulai terjadi perambiguan antara yang menjadi stabil kini labil kembali. Banyak pertanyaan terjadi pada Professor. Dan Professor kini sadar, dan terbangun. Hijau kini adalah pohon yang sudah semakin amat sangat tahu perbedaan oksigen & karbondioksida.

Semakin pintarnya Hijau, menambahnya pula pertarungan perbedaan pada dia dan Professor. Tersadarlah ternyata sudah terjadi retak didalam. Hijau menenangkan egonya bersama air. Begitupun Professor, menenangkan logikanya dengan udara.

Terima kasih dan akhirnya Pencipta beri  kesepakatan, waktu pun sudah beri dia kesempatan. Maka, saatnya logika menjalankan yang labil. Pertemuan tanpa diatur akhirnya bertemu, mempertemukan titik temu yang sudah kurang semu, antara yang baru pintar & yang sudah lama pintar.

Bercumbu dengan kejujuran. Akhirnya semua tersampaikan. Bersenyum kembali, kini sadari Hijau memang sudah pintar, dan Professor mengakui. Kepintaran buat buka semua pintu retak dalam inti kesatuan antara yang labil & stabil. Maka, saatnya sesuatu yang baik diputuskan akhirnya.

Yang labil berkata,
"Maaf & terima kasih Professor. VERT DUMM PIADA itu tidak akan terlupa."

Berdamailah Professor. Syukur dan kedua jari-jarinya pun terbuka berucap terima kasih pada Pencipta.
Mungkin sentuhan terakhir. Genggamannya, buat Hijau haru.

"Kamu akan saya masukkan dalam rumus-rumus kenangan saya. Dan tidak akan terlupa pula.", Professor lurus bermakna di depan Hijau. Perpisahan itu tidak buat Professor takut, namun lupa yang buat dia takut. Harap semoga tidak terjadi.

"Terima kasih. VERT DUMM PIADA itu adalah sebenar-benarnya saya. Kamu memang sangat tahu saya apa, mengapa dan bagaimana. Terima kasih Professor!"

Tertanda, Hijau yang pernah menjadikanmu sebagai otak dan buku.

11.6.11

Abstrak & Absurd

Abstrak : "Apa masalahmu? Kamu mau saya jalin pertemanan denganmu?"

Absurd : "Saya takut berteman. Saya takut tidak bisa berbeda."

Abstrak : "Tuhan menciptakan perbedaan agar manusia bisa saling berbagi manfaat dari perbedaan itu."

Absurd : "Tapi bedanya saya terlalu bangsat buat mereka yang berpikiran normal."

Abstrak : "Dunia ini tidak ada yang normal. Segalanya pasti punya kekurangan."

Absurd : "Haha... Lelah dengar kalimat itu...tapi yasudahlah..."


Abstrak : "Bukan hidup jika tidak diberi rasa lelah."

Absurd : "Yasudahlah. Saya sudah maluuuuuuu sekali..."

Abstrak : "Manusia diberi emosi. Wajar jika punya rasa malu."

Absurd : "Hmm, masalah saya tidak sekeren yang kamu kira. Percayalah."

Abstrak : "Yang keren itu bagaimana setiap personal berhasil menyelesaikan masalahnya secara baik."

Absurd : "Hahaha...Sedikit getir dan pasrah..."

Abstrak : "Wah makhluk pantang menyerah biasanya cepat mati. Mati di mata sekitar."

Absurd : "Bercitralah dengan opini pribadimu. Saya akan sedia menyanjung tanpa harus terpaksa."

Abstrak : "Buang-buang waktu. Jadi ada yang mau diceritakan?"

Absurd : "Oke. Pertanyaan ini mungkin tingkat kebrengsekannya sama seperti menanyakan, 'apa anda masih perawan atau tidak?'. Bisa dibayangkan?"

Abstrak : "Ada maksud apa dengan pertanyaan itu? Silahkan jelaskan."

Absurd : "Saya sedang mengharapkan seorang sahabat wanita yang bisa gila dan sejenis dengan saya."

Abstrak : "Sahabat? Atau lebih dibilang pendamping hidup?"

Absurd : "Saya butuh dari figur sahabat. Pendamping hidup selalu datang dengan kompromi. Brengsek bukan?"

Abstrak : "Brengsek? Belum tentu di mata Tuhan kamu adalah seorang brengsek."

Absurd : "Saya ingin keluar dari aturan normal persahabatan yang pernah ada. Dimana tidak ada jarak atau pembatas sekalipun. Benar-benar partner in crime yang siap dijadikan pusat ekspresi saya. Marah, sedih, senang... Jauh dari segan dan malu. Dan hal ini cuma saya dan dia yang tau karena universalnya mereka tidak akan mengerti. Cukup saya dan dia."

Abstrak : (Diam)


Absurd : "Saya butuh sahabat wanita yang begitulah pastinya bukan begitulah kiranya." 

Abstrak : "Jadi? Maksudnya kamu mengajak saya untuk menjadi 'teman' dalam konteks kalimat di atas tadi?"

Absurd : "Entah. Mungkin begitu tapi saya samar dan tidak tahu alasan mengapa saya segan dengan kamu."


Abstrak : "Saya belum tentu orang yang di kirim Tuhan untukmu. Jangan tergesa-gesa. Lawanlah waktu dengan sabar karena sebenarnya Tuhan memberi petunjuk, waktu yang menyampaikan, lalu logikamu  yang tinggal memilih."

Absurd : "Itulah Tuhan membiarkan saya terus mecoba menemukannya. Sampai saya tega menyampaikannya padamu."

Abstrak : "Kamu boleh berharap, bercita, bermimpi, hingga berdoa sedalamnya, namun...belum tentu Tuhan mau bersepakat denganmu."

Absurd : "Baiklah. Sepertinya saya sedang merasakan sebuah karya Tuhan yang berjudul...'Saya melarang kau bermimpi absurd!'. Hahaha!"

Abstrak : "Lebih pastinya ini karya yang kamu buat sendiri secara lebih absurd. Tuhan hanya memberi apa yang kau butuhkan, bukan yang kamu inginkan."

Absurd : (Tersenyum)

Abstrak : "Terima kasih. Akhirnya kamu kalah dalam tanda tanya ini. Semoga kamu mau lebih bertindak cerdas ke depannya. Amiin."

Absurd : "Tidak! Saya tidak kalah! Kamu tidak tahu apa yang saya pikirkan."

Abstrak : "Karena otak dan emosi saya, bukan otak dan emosi kamu."

Absurd : " Saya malu kamu harus tahu ini karena saya tetaplah saya. Terima kasih karena kamu menjunjung tinggi perbedaan. Jalan kamu indaaah sekali."

Abstrak : "Baguslah jika kamu merasa malu. Terima kasih karena kamu manusiawi sekali. Mari berlogika dengan 2 sisi. Itu lebih menenangkan."

Absurd : "Semoga Tuhan masih berkesempatan untuk kita. Mari berbincang lagi."

Abstrak : "Tidak heran mengapa di setiap bertambahnya keriput, para makhluk selalu berkata 'semoga  panjang umur & sehat selalu'."

Absurd : (Tersenyum)

4.6.11

SI KECIL & SANG RENTA

Helaan nafas itu kini buat si kecil termangu. Hijau kini menjadi ungu. Jangan menganggap busuk karena si coklat sedang renta. Sungguh dungu si kecil berpersepsi seperti itu. Haruskah bermain logika kembali tentang emosinya pada renta?

Pencipta ingin beri sesuatu namun waktu belum setuju. Maukah renta berseri di saat si kecil merintik basah di hadapan kasur lusuh itu? Terbata bukan maksud tergesa. Si kecil ingin berkata, namun organ tak bertulangnya kini mati. Hanya rintikan basah yang membanjiri situasi.

Ada apa ini? "Hey kecil! Ayo berkata, lekaslah sembuh dan semoga dipanjangkan umurnya...", bisik sisi kanan bicara. Tunduk dan segan pada renta. Maafkan sepertinya. Semoga dimengerti. Si kecil hanyalah si labil. Pendiam yang hanya bisa merintik.

Berlalu dan berlalu. Si kecil masih belum berani berkalimat. Renta akhirnya memberi doa dan pesan. Berkata, 'Semoga dan Amin'... Si kecil makin merintik. "Hey, Pencipta! Aku masih belum berani berkalimat..." Helaan udara itu kini makin mendalam, dalam sekali.

Bulatan si kecil kini hanya terlihat rintikan si renta. Syahdu dan sendu. Berseru dengan alunan air mata yang beratur rapuh. Kain lumpuh biru usap rintik sang renta. Si kecil kini kedipkan pupilnya. Yakinkan logika dua sisinya, inilah saatnya berkata.

"Lekas sembuhlah. Semoga kamu berumur panjang. Aku ingin di saat berhasil nanti, kamu berbagi kenangan dalam sebuah figura denganku..."

Renta pun meminta. Doakan dan terima kasih tidak terlupa pada si kecil. Mungkin memang mendayu tapi inilah yang dikatakan sejatinya sendu.

"Sir, semoga, amin dan terima kasih. Akan terus berulang. Ini permohonan tulus. Untuk aku dan renta yang sedang lumpuh pada selimut lusuh.."

31.5.11

BINGUNG

Hanya ketika galau, saya produktif. Saya akui. Dan malam ini, bersama otak dengan beribu beban, tangan berjuta dosa dan depan mata terlihat monitor baku tersipu lapuh.
Siapa pun yang membaca, mungkin sekedar melihat pun tak apa. Silahkan nilai sendiri, isi dari kata-kata dalam tulisan ini seperti apa. Bebaskan. Ini hidup, ini kalian yang menjadi tokoh utama. Silahkan untuk berpersepsi ria.

Banyak kebingungan yang saya alami. Sering saya alami, selalu. Tentang diri saya sendiri, tentu. Mengapa saya sering meruntuhkan diri pada jembatan yang sudah diatur akan teratur menjadi atur secara beratur ke depannya. Mengapa saya sering meledak pada atom ledak yang sering saya ledakkan sendiri hingga ledakannya buat sekitar menjadi peledak.

Banyak kata mengapa. Maafkan. Inilah kebingungan. Bingung, entah siapa yang dibuat bingung menjadi kebingungan yang membingungkan. Pencipta? Waktu? Sekitar? Diri?

Saya tidak akan mengedit apa yang sudah ada dalam tulisan ini. Apa adanya. Ala kadarnya. Biarkan mereka, anda atau lainnya bicarakan tulisan ini kotor, tidak ada estetika atau apa lah, SILAHKAN!
Entahlah, MENGAPA? Salahkan saya, anda, kamu, kita, mereka, sekitar (lagi)? Saya tidak akan menyalahkan Pencipta. Kembali, ini adalah uji. Iya? Betul? Oh, baik. Jangan buat saya bingung, jadi membingungkan dan buat saya bingung mengiung liung, Pencipta…

Apa yang salah?
Siapa yang salah?
Mengapa jadi salah?
Kenapa harus salah?
Bagaimana menjadi salah?
Salahkan apa?

Terlalu dibuat permainan. Terlalu banyak puzzle yang berhamburan. Satu itu sulit. Mungkin tim, itu meringankan. Tapi, saya hanya butuh tambah 1. Kirimkan, 1 itu Pencipta. Biarkan, jadikan 1 lagi sebagai pemicu. Ingin berbagi berat hitam ini. “2 lebih baik kan daripada 1, Sir?”
Bingung.

Membingungkan.
Kebingungan.
Bingungkan.
Berbingung.
Bingung-bingungan.
Terbingungkan.

Maaf dan terima kasih… Selalu untuk mereka yang saya ikut susahkan, bebankan, beratkan, dosakan, dan sakitkan… Dan, untuk yang saya kasihi dalam diri saya sendiri.

30.5.11

KALIAN

Kalian cukup menilai dan cukup, yang menjadi tokoh utama dalam pentas ini saya dan pemimpin. Biar Pencipta yang tentukan, siapa yang akan kalah dengan mitos yang telah disebutkan kalian. Kalian masuk sebagai sekitar, tapi maaf kini ada baiknya berfikir masing masing. Jika berkata ‘Tolong’, saya siap bergegas.
Kalian berbicara, berpendapat dan bersaran. Diterima! Namun, kembali, ini adalah pentas yang saya & pemimpin buat. Cukup kalian melihat. Mungkin debat, tapi maaf, ini ujian Pencipta untuk saya menuju 20. Ingat, kalian cukup, lihat dan nilai saja. Jangan ikuti pentas ini. Saya berhak berkata. Semoga diterima dan tidak menjauh. Hey, kalian 11 kata sudah berucap. Tidak akan terlupa :)

28.5.11

MENJADI 20

Banyak kebingungan yang entah saya buat sendiri atau memang entah kehidupan ini yang memang membingungkan. Saya bila diharuskan berkata jujur, saya adalah manusia dengan memang banyak kebingungan. Terkadang saya bodoh, terkadang saya pintar. Dan, kembali lagi ke awal. Saya pun bingung. Saya mengkategorikan saya ini manusia apa dan seperti apa.

2 minggu saya sendiri, gelap, sepi, suram, kelam dan bulam. Mencoba jalan ini semoga baik untuk ke depan. Logika masih berjalan. Dia selalu berbisik lembut, "Apa kamu tidak akan mengucapkan 'Hallo' pada bulan Juli nanti dengan senyuman matang?..." Diam. Iya, akhirnya secara langsung itu buat saya berpikir lagi. Haruskah selalu, selalu dan selalu Hitam seperti ini?

Keinginan banyak. Banyak sekali. Terkadang saya selalu bertanya, "Sir, saya ingin berhasil. Berhasil menjadi Putih seperti mereka yang halus. Tapi..sebearnya apa yang salah? Diri saya kah?"

"Tapi kenapa selalu berulang, Sir?" Iya, berulang berputar gradasi putih-abu-hitam kembali ke start awal, hitam-abu-putih lalu kembali lagi ke lap pertama, putih-abu-hitam. Selalu.. Selalu... Selalu...

Inikah middle crisis yang dimaksud?

Baiklah, kini akan saya kenali siapa saya sendiri. Akan perbanyak sosialisasi. Berfikir maju, dewasa dan terima kasih Anda telah mengirim Agus untuk diri ini.