12.10.11

Keluarga Jeruk

Ini kisah Si Kecil dan Sang Renta kembali. Kisah dimana mereka berdua sedang terduduk di belakang halaman rumah kayu lusuh mereka. Mereka sedang bercengkrama melihat Ibu Matahari yang menyiulkan cahaya ke bumi. Pantulan kebahagaiaan dari langit biru cerah itu buat mereka berdua menjadi keluarga bahagia.

Sang Renta kini senyuman terhenti selepas ketika Si Kecil mengeluh. Perut Si Kecil meronta untuk diberi asupan pangan. Tanpa Si Kecil berkata pun, perutnya yang telah mendahului untuk berbicara secara tersirat. Sang Renta kini bermuram. Bingung apa yang harus dia beri, sementara buah pangan pun sudah tidak ada.
"Semiskin inikah, hingga aku tidak bisa menyuapi perut cucuku tercinta?"

Ah Si Kecil menahan dengan tegarnya topeng di mukanya. Menutup segala keinginanannya tanpa ingin buat Sang Renta bergalau marau. Ya, namun Sang Renta kini dia berdiri, lalu berjalan. Segala usaha apa pun demi cucu lucunya akan dia lakukan.
"Duduk manis di kursi rapuh ini, Nak. Aku akan mencari sesuatu yang bisa perutmu kunyah."

Langkah demi langkah, pelan dengan sangat perlahan dia mendekati sebuah pohon jeruk yang daunnya anggun dan tentunya buah menggiurkan peluh. Pohon itu tepat berdiri dibelakang rumah lusuhnya. Diam sesaat mendekati sang pohon, namun ada sisi penolakan yang buat dia mundur satu langkah.

Si Kecil menghampiri, dengan lusuhnya dia berkata dengan sangat pelan.
"Pak, tidak ingatkah pohon ini yang kita tanam beberapa bulan yang lalu? Kini dia sudah sehat ya?"
Sang Renta mengerut. Apa benar ini ditanam oleh dia dan cucunya beberapa bulan yang lalu?
"Benarkah itu, Nak? Apa pengaruh umur membuat ingatanku kerut juga seperti kulitku ini?"

Tanpa berobrol panjang dipetiklah buah oranye oleh Si Kecil. Sangat oranye. Cerah, dan berwarna ceria. Lalu dia langsung membuka kulitnya dan membagi dua.
"Ayo bukalah Pak. Semoga manis asamnya bisa mengingatkan bahwa anak buah ini telah kita tanam beberapa bulan yang lalu."


Cairan, bulir dan rasa..rasa si buah oranye itu sangat mengobati haus dahaga Sang Renta. Sepertinya Pencipta juga sudah mengirimkan keajaiban pada setiap bulir oranye tersebut.
"Aku mengingatnya, Nak. Buah ini memang yang kita tanam. Nampaknya buah ini keajaiban dari Pencipta. Suatu saat ayo kita berkebun. Setiap biji yang terlahir dari anak oranye ini akan bermanfaat untuk di masa depan."


Si Kecil tersenyum. Gigi depannya yang berlubang dan hitam menambah keceriaan Sang Renta. Dengan polos dan riangnya Si Kecil berceloteh,
"Aku senang, Pak. Suatu saat pohon ini jika beranak pinak dia akan menjadi bagian dari rumah kita. Rumah yang membentuk sebuah keluarga. Rumah yang yang memberikan perlindungan. Untuk semua organ tubuh dan lingkungan kita. Iya kan, Pak?" 


Sang Renta tertawa lemah. Dia mengelus kening cucunya. Mencium dengan penuh kasih sayang. Sayang kepada cucunya, sayang kepada satu-satunya bagian hidupnya yang dia miliki hingga kini. Sekarang, berbahagia dan merasa mereka lah keluarga satu-satunya yang paling sejahtera. Pohon jeruk itu sudah menjadi bagian dari rumahnya. Rumah mereka dengan kayu ronta, sudah lumpuh, lusuh dan rapuh. Namun, pohon berbuah oranye muda itu sudah menyembuhkan kelumpuhan dari rumah tersebut. Menambah kecerahan warna dan estetika dengan berdirinya pohon oranye muda itu dibelakang halaman rumah.

"Suatu saat rumah ini akan menjadi seorang Raja dengan kebun jeruk sebagai selir sejatinya, Nak."

#15harimenulisdiblog TEMA 13 #rumah @hurufkecil | V E R T

No comments:

Post a Comment