10.10.11

Rintik

Nyonya awan kali ini kurang ramah. Saya memalingkan muka. Berharap lembayung yang menyapa. Namun, basahnya langit menurunkan anak rintiknya ke bumi. Menembus kulit yang peka pada air. Saya menggigil.

Di bawah pohon hijau itu ada seorang hawa. Berbaju klasik, berkacamata besar coklat era 60'an dan duduk dengan kursi tua. Apa dia menunggu seorang adam untuk menghangatkan riuhnya rintik yang berbisik selalu? Ah, mungkin itu harapan belenggu yang sempit. Sudahlah...

Saya berbalik arah untuk membelakangi sang hawa tersebut. Namun, ada penolakan dari sisi kanan yang berkata, "Ke sana lah. Temani hawa itu untuk bermesra menunggu sapaan lembayung hingga rintik ini berakhir." Tertegun sesaat, semoga harapan ini bukan kosong semata.

Perlahan dengan langkah pasti, saya melangkah padanya. Pada pohon, kursi dan makhluk yang sedang duduk menggalau di sana dengan melihat ke depan dengan tatapan harapan besar untuk menunggu warna oranye bersinggah di sore hari yang mengabu basah.

Waktu akhirnya berkesempatan. Saya menyapanya dengan sehangat mungkin. Senyum pun saya jatuhkan pada bola matanya. Dia membalas dengan binaran mata yang besar. Di sinilah adegan iu dimulai. Saya segera duduk, lalu membuka adegan ini dengan konversasi halus. Bertanya padanya apa yang harus saya bantu. Sang hawa tersebut hanya menunduk.

Berkatalah dia, "Saya berharap senja itu datang, menyapa dan mencumbuku di sore kelam ini. Dan, senja itu kini sudah kembali. Dia bukan datang dari tertutupnya Nyonya Awan yang mengabu itu, tapi dia sangat dekat. Duduk di kursi tua ini, bersebelahan denganku di bawah pohon hijau ini.Terima kasih, Senja. Saya cinta kamu. Biarkan rintik dari langit dan mata ini menjadi saksi. Saya tidak ingin ditinggalkan dan meninggalkan perasaan yang mendalam, itu hanya untuk seorang Senja. Ya, itu kamu..."

Tak ada satu huruf, kata, atau pun kalimat yang tersampai dari organ tidak bertulang ini untuk sang hawa tersebut. Saya hanya membalas dengan kecupan. Kecupan pada keningnya yang basah karena rintik. Kecupan yang bermakna, saya akan mempersunting dia esok hari di bawah pohon ini. Sebuah cincin saya lingkarkan di jemari dia yang besar. Akhirnya, peresmian untuknya sebagai seseorang yang terakhir sudah terjadi. Saya sang adam yang paling bahagia di dunia pada hari itu....

#15harimenulisdiblog TEMA 11 #hujan @hurufkecil | V E R T

No comments:

Post a Comment