4.6.11

SI KECIL & SANG RENTA

Helaan nafas itu kini buat si kecil termangu. Hijau kini menjadi ungu. Jangan menganggap busuk karena si coklat sedang renta. Sungguh dungu si kecil berpersepsi seperti itu. Haruskah bermain logika kembali tentang emosinya pada renta?

Pencipta ingin beri sesuatu namun waktu belum setuju. Maukah renta berseri di saat si kecil merintik basah di hadapan kasur lusuh itu? Terbata bukan maksud tergesa. Si kecil ingin berkata, namun organ tak bertulangnya kini mati. Hanya rintikan basah yang membanjiri situasi.

Ada apa ini? "Hey kecil! Ayo berkata, lekaslah sembuh dan semoga dipanjangkan umurnya...", bisik sisi kanan bicara. Tunduk dan segan pada renta. Maafkan sepertinya. Semoga dimengerti. Si kecil hanyalah si labil. Pendiam yang hanya bisa merintik.

Berlalu dan berlalu. Si kecil masih belum berani berkalimat. Renta akhirnya memberi doa dan pesan. Berkata, 'Semoga dan Amin'... Si kecil makin merintik. "Hey, Pencipta! Aku masih belum berani berkalimat..." Helaan udara itu kini makin mendalam, dalam sekali.

Bulatan si kecil kini hanya terlihat rintikan si renta. Syahdu dan sendu. Berseru dengan alunan air mata yang beratur rapuh. Kain lumpuh biru usap rintik sang renta. Si kecil kini kedipkan pupilnya. Yakinkan logika dua sisinya, inilah saatnya berkata.

"Lekas sembuhlah. Semoga kamu berumur panjang. Aku ingin di saat berhasil nanti, kamu berbagi kenangan dalam sebuah figura denganku..."

Renta pun meminta. Doakan dan terima kasih tidak terlupa pada si kecil. Mungkin memang mendayu tapi inilah yang dikatakan sejatinya sendu.

"Sir, semoga, amin dan terima kasih. Akan terus berulang. Ini permohonan tulus. Untuk aku dan renta yang sedang lumpuh pada selimut lusuh.."

2 comments:

  1. singkat padat jelas...mudah di mengerti...berdoa kepada tuhan adalah jalan yang terbaik....keep strong

    ReplyDelete