11.6.11

Abstrak & Absurd

Abstrak : "Apa masalahmu? Kamu mau saya jalin pertemanan denganmu?"

Absurd : "Saya takut berteman. Saya takut tidak bisa berbeda."

Abstrak : "Tuhan menciptakan perbedaan agar manusia bisa saling berbagi manfaat dari perbedaan itu."

Absurd : "Tapi bedanya saya terlalu bangsat buat mereka yang berpikiran normal."

Abstrak : "Dunia ini tidak ada yang normal. Segalanya pasti punya kekurangan."

Absurd : "Haha... Lelah dengar kalimat itu...tapi yasudahlah..."


Abstrak : "Bukan hidup jika tidak diberi rasa lelah."

Absurd : "Yasudahlah. Saya sudah maluuuuuuu sekali..."

Abstrak : "Manusia diberi emosi. Wajar jika punya rasa malu."

Absurd : "Hmm, masalah saya tidak sekeren yang kamu kira. Percayalah."

Abstrak : "Yang keren itu bagaimana setiap personal berhasil menyelesaikan masalahnya secara baik."

Absurd : "Hahaha...Sedikit getir dan pasrah..."

Abstrak : "Wah makhluk pantang menyerah biasanya cepat mati. Mati di mata sekitar."

Absurd : "Bercitralah dengan opini pribadimu. Saya akan sedia menyanjung tanpa harus terpaksa."

Abstrak : "Buang-buang waktu. Jadi ada yang mau diceritakan?"

Absurd : "Oke. Pertanyaan ini mungkin tingkat kebrengsekannya sama seperti menanyakan, 'apa anda masih perawan atau tidak?'. Bisa dibayangkan?"

Abstrak : "Ada maksud apa dengan pertanyaan itu? Silahkan jelaskan."

Absurd : "Saya sedang mengharapkan seorang sahabat wanita yang bisa gila dan sejenis dengan saya."

Abstrak : "Sahabat? Atau lebih dibilang pendamping hidup?"

Absurd : "Saya butuh dari figur sahabat. Pendamping hidup selalu datang dengan kompromi. Brengsek bukan?"

Abstrak : "Brengsek? Belum tentu di mata Tuhan kamu adalah seorang brengsek."

Absurd : "Saya ingin keluar dari aturan normal persahabatan yang pernah ada. Dimana tidak ada jarak atau pembatas sekalipun. Benar-benar partner in crime yang siap dijadikan pusat ekspresi saya. Marah, sedih, senang... Jauh dari segan dan malu. Dan hal ini cuma saya dan dia yang tau karena universalnya mereka tidak akan mengerti. Cukup saya dan dia."

Abstrak : (Diam)


Absurd : "Saya butuh sahabat wanita yang begitulah pastinya bukan begitulah kiranya." 

Abstrak : "Jadi? Maksudnya kamu mengajak saya untuk menjadi 'teman' dalam konteks kalimat di atas tadi?"

Absurd : "Entah. Mungkin begitu tapi saya samar dan tidak tahu alasan mengapa saya segan dengan kamu."


Abstrak : "Saya belum tentu orang yang di kirim Tuhan untukmu. Jangan tergesa-gesa. Lawanlah waktu dengan sabar karena sebenarnya Tuhan memberi petunjuk, waktu yang menyampaikan, lalu logikamu  yang tinggal memilih."

Absurd : "Itulah Tuhan membiarkan saya terus mecoba menemukannya. Sampai saya tega menyampaikannya padamu."

Abstrak : "Kamu boleh berharap, bercita, bermimpi, hingga berdoa sedalamnya, namun...belum tentu Tuhan mau bersepakat denganmu."

Absurd : "Baiklah. Sepertinya saya sedang merasakan sebuah karya Tuhan yang berjudul...'Saya melarang kau bermimpi absurd!'. Hahaha!"

Abstrak : "Lebih pastinya ini karya yang kamu buat sendiri secara lebih absurd. Tuhan hanya memberi apa yang kau butuhkan, bukan yang kamu inginkan."

Absurd : (Tersenyum)

Abstrak : "Terima kasih. Akhirnya kamu kalah dalam tanda tanya ini. Semoga kamu mau lebih bertindak cerdas ke depannya. Amiin."

Absurd : "Tidak! Saya tidak kalah! Kamu tidak tahu apa yang saya pikirkan."

Abstrak : "Karena otak dan emosi saya, bukan otak dan emosi kamu."

Absurd : " Saya malu kamu harus tahu ini karena saya tetaplah saya. Terima kasih karena kamu menjunjung tinggi perbedaan. Jalan kamu indaaah sekali."

Abstrak : "Baguslah jika kamu merasa malu. Terima kasih karena kamu manusiawi sekali. Mari berlogika dengan 2 sisi. Itu lebih menenangkan."

Absurd : "Semoga Tuhan masih berkesempatan untuk kita. Mari berbincang lagi."

Abstrak : "Tidak heran mengapa di setiap bertambahnya keriput, para makhluk selalu berkata 'semoga  panjang umur & sehat selalu'."

Absurd : (Tersenyum)

5 comments: