2.4.13

Indi-Satu-Vidu

Jangan sebut haram, Mama, 
Televisi sahabatku. Monokromatiknya membiaskan pelangi dari luar yang hanya didapat darinya. Pelangi monitorik dia sungguh lebih mejikuhibiniu daripada jeritan kalangan pemain tanah dan bulu-bulu boneka. Kamu tidak suka? Aku suka. Biar.

Keras, Sepatu dan Ember terlempar,
Disentakmu binatang-binatang riang sembari berlalu lalang dari nada-nada tak bertulang. Sebab-akibat, aku bahagia yang kekinianlah membentuk seorang prajurit. Bukan memperjuangkan negara namun keluarga. Ayah tak perlu tahu, Ibu tak harus sering mengadu, singkatnya ortu bandingkan saja tiga di antara satu jadikan saja utuh.

Anjing-Goblog itu bertangis di kamar gelap, Ma.
Berada di angka 28 itu membuat perang terasa renyah. Basah dan lemah dimana-mana. Cacian yang-katanya-aku-non-cerdik mengiyakan untuk berkata iya selama 2 jam. Lamanya itu lama sekali. Itu terjadi saat angka 14 menjadi-jadi. Setelahnya? Kamu menawarkan nasi dan aku menawarkan basi.

Perawan bangkai
Mama tidak tahu. Bahkan lawan jenisnya pun tidak tahu. Mungkin ingin tahu. Tapi tidak ada pengetahuan yang membuat kalian tahu bahwa sebenarnya mungkin Mama dan isi selangkangan lain sudah tahu. Maafkan, karena itu sudah 16.

Sekarang, Kurus.
"Hey, tolol! Kau baru sadar keriput dan tulang belulang itu telah menjamah seekor nenek yang selalu memanjatkan tangga-tangga nada harap? Kemana saja kau? Tidak lelahnya kau berjelajah dan berselancar. Cukupkan saja. Hutan pun sudah layu karena kau hanya berlari bukan memberi."

Ah! dan titik-titik pembangunan.
Masih sendirian saja. Bermain beruang. Berceloteh panda. Liciknya, hanya sendiri. Sendirian itu ketika di saat seekor Gadis bernama tengah Tolol menangisi nenek-nenek yang terlalu manis. Manisnya sangat menyakitkan. Khawatir saja yang disuguhi. Masih selalu berpikir sendiri. 

Tidak, ini bukan kasihan. 
Karena menjadi sendiri itu hebat. Ada sendiri lain yang menemani. Siapa? Kamu yang pertama tahu, saat Gadis menjadi dulu dan hinggap pada Gadis saat kini.


No comments:

Post a Comment