31.3.13

DEAR, DAPUR

Dulu, duduk di Dapur. Sepulang bekerja, otak berlumur rumus-rumus duniawi. Lelah sampai memasak terigu keriting beracun bertangan polos belum berlumur nanah kelamin untuk menjamah.

Dulu, dekat jendela di Dapur. Banyak sekali makhluk-makhluk basah nokturnal. Menyapa segala puji-pujian bergemericik. Menyatu, berbasah ria mengayunkan lambaian sahabat. Mungkin ialah pengganti hipnotik psikedelik televisi. Sayang, waktu masih berjalan, saat itu.

Dulu, di Dapur hanya ada Dapur. Dia melihat, hanya mampu merekam. Matanya bisu menyaksikan sendiri dicintai kesendirian. Yang ditunggu hanyalah Bersama. Sayangnya, pun, waktu masih berjalan.

Dulu, di Dapur... Dapur menimang sampai tidur. Masih melihat, masih merekam, masih bisu dan tetap mewadahi. Itu saja, karena waktu masih berjalan. Dan, sayang, waktu (memang) masih berjalan.

Kini, sayangnya, waktu menyadarkan. 
Dulu, Dapur dan Perawan sangat menyedihkan.

V E R T

No comments:

Post a Comment