13.3.13

Karena yang Sudah Mati Cepat Larinya

Kaku bergagu gagap menggagu yang termangu. Sebutnya kematian dini. Dalam monokrom garis-garis sepanjang lebaran terpanjang tanpa hent, nol mudah dicari. Di belakang punggung padahal bersemayamnya. Antonim tersadar, sebenarnya ya. Nol adalah refleksi hitam.

Tari-tarian semilir oksigen bersimetris. Pandang titik sudah tak mampu mempertahankan sang penahan dalam pertahanan yang pantas dipertahankan.

"Aku memilih mati dalam kebebasan berbatas. Ini batasku, jangan berseru mau pun berkutip."

Masih melentikkan jari. Berkedip dalam pikir. Berlari menuju pelarian mencari nol yang melangkah dalam gerak lari-larian. Dalm remang sembari bermonokrom ria.

"Sampai mana akan berhinggap, secepat itu pula aku sendu atau pun sendiri."

Laju gemuruh rongga-rongga rusuk merajut jantung berdegup untuk hidup. Masih dalam tanya bertanda.
"Aku akan selalu menghisap merah lalu memerah jambukan adanya."

"Karena terpujilah, setelah nol akan ada dua untuk mengevolusikan satu", ucap Herr


Akhir berada dimana-mana. Buta saja yang menghalangi.

No comments:

Post a Comment