10.3.12

PEREMPUAN & KISAH CHANEL

Saya sering beropini, perempuan itu 'rumit'. Amat sangat. Kenapa? Karena saya perempuan, dan 'perasa'. Contoh kecil namun mendunia, kita lihat dari aspek masalah fashion & style. Perempuan manapun amat sangat mementingkan aspek tersebut.

Terbesit pikiran: "Mengapa perempuan harus terlalu mementingkan penampilan?" ; "Mengapa perempuan terlalu banyak mengoceh tentang gaya perempuan lain?" Sehingga pertanyaan tersebut, mayoritas menjadi topik masalah.

Lalu, saya sempat mengeluh, "Bisakah perempuan berpandangan memakai logika? Bukan sekedar intuisi belaka? Apa mungkin itu adalah kodrat perempuan yang memang lemah dalam pemakaian logika?" Jawaban saya: Entah, tapi pasti mampu..

Saya akan mengambil tokoh perempuan di era awal 1900'an dalam aspek fashion. Mungkin dapat membantu semua perempuan yang membaca ini agar lebih 'bangun'. Saya ambil saja tokoh perempuan yang saya inspirasikan, yaitu Gabrielle Bonheur Chanel atau Coco Chanel.

Berawal karena sekedar membantu ibunya, dia menjadi pintar dalam bidang jahit-menjahit baju saat masih kecil. Terlatih tanpa kesengajaan, akhirnya dia memiliki bakat dalam bidang tersebut.

Saat remaja Chanel mengeksekusi kemampuan jahitnya di salah satu toko baju berkembang di daerahnya tersebut. Tidak lama, dia mulai berpikir kembali, saatnya dia untuk lebih mengembangkan kemampuannya menjadi lebih 'independent'. Dia mulai buat beberapa topi dengan bahan yang sangat berbeda dari produk topi perempuan lain.

Setelah banyak wanita bangsawan yang tertarik dengan topinya tersebut, kekasih Chanel, memberikan modal untuk membuat sebuah toko di tengah kota. Maju pesat penjualan yang dihasilkan, dia membuat dan menjual baju bagi wanita.

Lalu, pada sekitar tahun 1910-an Chanel pindah membuat sebuah toko di dekat kota Paris. Namun saat era tersebut, kota Paris sedang tidak kondusif karena sedang terjadi perang dunia. Toko Chanel pun ditutup sementara dan disitu pun dia berkontribusi membuat baju untuk mereka yang ikut di medan perang.

Saat itu, dia menyadari, begitu banyaknya perbedaan pemakaian baju & bahan antara kalangan bangsawan & pekerja. Dengan modal 'tidak peduli', sebelum mengeksekusi inovasinya tersebut, Chanel mengenakan kaos & celana pekerja buruh ke pantai. Chanel merasa nyaman dengan baju yang dia kenakan itu.

Bertambah dengan modal percaya diri, dia akhirnya membuat sebuah inovasi. Lalu dengan inovasi barunya, dia mulai membuat baju perempuan untuk kalangan bangsawan dengan bahan kain dari baju pekerja buruh yang berbahan tipis.

Saat itu ada pasangan bangsawan, datang, mencoba memakai hasil inovasi Chanel. Bangsawan itu merasa nyaman dengan inovasinya tersebut, namun suami sang bangsawan itu menolak keras pemakaian bahan baju itu pada istrinya. Akhirnya, disinilah ideologi dia muncul. Mengapa pada era itu, perempuan/wanita bergaya hanya karena untuk mengabdi pada lelakinya?

Chanel akhirnya sangat berambisi, bagaimana caranya agar semua perempuan bisa lebih berekspresi tanpa harus terkekang oleh laki-laki. Lalu lahir pula sebuah pemikiran dimana dia baru menyadari, hampir semua perempuan dan wanita pada era tersebut tidak ada yang mengenakan celana sebagai gaya sehari-hari..Dia menjadi teringat dengan pengalamannya saat menunggang kuda memakai gaun, dan itu sangat rumit.

Akhirnya, Chanel memutuskan membuat celana panjang untuk perempuan. Respon positif dan negatif banyak terlontar dari kaum lelaki pada era tersebut, ketika perempuan banyak memakai celana panjang. Sukses pada masanya, dia secara bertahap, berhasil membuat seluruh perempuan di dunia mampu bergaya untuk diri mereka sendiri.

Coco Chanel telah berhasil dengan modal berani, edukasi dan 'logika'. Dia dapat mengubah dunia perempuan dalam kekangan dunia lelaki di masanya. Pertanyaan selanjutnya, mampukah perempuan di masa kini mencontoh serta mengeksekusi kemampuan mereka untuk dunia, seperti Coco Chanel dan tokoh perempuan lainnya? Jawaban saya: Semoga.

Kenapa tidak? Toh sebenarnya perempuan pun mampu memakai logika mereka untuk beberapa hal. Namun, terkadang saya menyayangkan perempuan masa kini yang kurang produktif memakai logika dan kurang ekspresif menggunakan kemampuan yang mereka miliki sendiri, termasuk saya.

Harapan ke depan, semoga perempuan di mana pun dapat lebih mampu berani untuk produktif, baik di masa muda mereka sekarang maupun nanti hingga mereka pada masanya menjadi baya dan stabil dalam memakai logika dan emosinya untuk semua hal positif. Harapan tersebut berlaku untuk saya sendiri, anda, dia, mereka, sekitar dan untuk seluruh perempuan sejagat raya. Amiin :)

Mayoritas perempuan masa kini, memakai emosi sebagai penyerangan.
Mayoritas perempuan masa lalu, memakai rasa 'mengalah' sebagai pertahanan.
Minoritas perempuan masa kini, memakai edukasi sebagai pertahanan
Minoritas perempuan masa lalu, memakai edukasi sebagai penyerangan.


"Originalitas tentang keluhan saya dan pendapat saya pada dunia untuk mereka yang merah muda. Semoga berguna untuk masanya." | VERT

No comments:

Post a Comment