28.1.13

Rasio - Rasional - Irasional - Metarasional

Banyak di antara milyaran kata dengan berolah argumen yang tak mampu terjamah dengan olah pemikiran setiap personal. Tdak tahu apa yang harus dilontarkan untuk melontarkan pola pikir ini dalam bentukan halus. Seperti terlontarnya sebuah daun berembun. Berkeringatlah semua titik adu dengan gumaman bertopeng Vendeta. Mungkin seolah senyum tapi dibalik itu apakah ada sosok 
tanah berakal?

Seolah masuk diakal dengan pemahaman akan dogma dan tentang pengetahuan alam beradu untuk saling sangkal hingga sikap dangkal berujar sembari mengangkang. Peliknya seolah teori kakek moyang masih berkomat-kamit mengucap doktrin. Sesampainya pada lubang milenium, mereka anti thesis. Menghunuskan logika sebagai superior. Mengevolusikan dua kutub lawanan antara akal dan ilmu inginnya untuk menteror.

Benar-benar tidak pernah puas dengan kelirunya labirin-labirin yang berkoar bebas di antara batas. Benar-benar ingin sempurna di antara batas yang tak bebas. Sialnya lingkarnya ilmu dan tabu berirama untuk dikeluarkan saja diluar mampunya kutub kiri dan kutub kanan. Sinis termanis untuk makhluk tanah berkacamata ini sesegera mungkin untuk mati. Berisitirahat di bawah gulita selimut beranak belatung.

Sudahi saja pemikiran berakal yang terkadang diluar akal dengan non-optimistis batasan kemampuan usus kepala. Hendaknya melepaskan dua lensa. Meniupkan sepia dengan semu jingga. Menanti bulan tak kunjung berujung untuk mengunjungi penjunjung antariksa yang nihil di ujung. Ketikan-ketikan dari tiap ketiak jari ini setelahnya akan tutupkan layar dan tangkai kaca dari pelupuk mata.


Siang merajalela penuh rela.
Saya masih berpikir di lini masa.
Tanda tanya, bagaimana dengan kamu sepia?
Berakalkah inginmu saya kini dan seterusnya?

1 comment: