28.5.13

APAKAH

S A T U
Kita sepakat bahwa kita berbeda.
Aku bukan penyair atau tukang syair keliling yang menggodamu melalui kata.
Kau bukan penonton atau tukang monoton yang menderu penuh gebu melewati bicara.
Seolah aku dan kau berbeda bahwasanya kita memang beda.
Aku berlubang dan kau berbatang.

D U A
Bukan, bukan sebenar-benarnya itu.
Padahal kita mencinta di atas ruh setelah firdus ketujuh dan dunia kesembilan.
Sungguh, sesungguhnya aku hanya menunggu.
Dan kau belai membelai sembari berkata penuh dengan degup.

T I G A
Jawaban harapan itu hanya ada di dalam letusan setelah mati.
Membangunkan ketika sudah waktu tahunya kapan dan berapa jumlah tabungan larva.
Larva-larva penuh oranyeu yang memanaskan bara di antara, sedang dan saat kita menjadi kita.

E M P A T
Berdua akan biasa karena terbiasa.
Masih tetap biasa, terlelap membenahi kayu bakar di lembah suram.
Kini tetap kini sampai ada saat nanti.
Tentu saat kita tahu bahwa kita sudah ada di saat nanti.

L I M A
Tetapi kau sadar dan aku tetap termangu.
Ini adalah kini.
Dan aku hanya mempermalu diri.
Sungguh dengan kesungguhan, sesungguhnya kini ialah saat ini yang terbentuk dari masa dan lini.

E N A M
Ini puisi dada dan seolah antonim dari realita monalisa dengan kumis serta cerutunya.
Apakah kau titik-titik dan aku koma?
Aku hanya menulis dan kau hanya menonton.
Serta dengan kesediaan semesta terjadilah kita yang terdiam mendiami diam.

T U J U H
Kita terlalu berbeda.
Karena aku beda dan kau beda.
Akan sampai menyatu dengan belatung.
Itulah pemisah dari benang merah menjadi bendera kuning.
Meresapi tanah hingga menjadi udara.
Sesampainya berdebu, karena menjadi sama.
Sesampainya menggebu karena berbeda, tetap saja kita adalah cinta.

Renung dan dengung. - ASTRONOUSA

No comments:

Post a Comment