8.1.15

Gugur

Ada mimpi yang belum tercapai. Sesaat menyadari pesakitan ini belum mencair. Beku tetap berkubang. Inginnya menyublim, namun hasrat tetap rapat.

Kalut-kalutnya di malam terang bulan, para penjahat janin merasa resah. Tuhan sedang tidak mendesahkan angin emasnya. Perempuan itu segera saja melelapkan vaginanya.

Keinginan membunuh sangat kuat. Sendiri dan sendirian saja. Tidak begitu bersahaja pada bagian logika. Namun perasa, jujur sakitnya.

Tokoh kedua mungkin terbahak di belakang layar maya. Menikmati perempuan dalam panggung kesendirian yang pada plot akhir menyimbahkan darah. Merahnya siap 'tuk dilahap tanah.

Ada ketidakrelaan dalam naskahnya. Lalu bagaimana?

Perempuan itu turun dari panggungnya. Dia berlari mengitari hutan tempat dimana nadinya mampu untuk menyayat sendiri tanpa pinta.

Sesaat itu, semesta hening, mengucap serapah padanya ketika perempuan itu berubah menjadi tiada bersama tanah. 

"Sembuhkan dulu egomu, baru kau akan mengerti bagaimana ikhlas lahir dan tulus tumbuh."

No comments:

Post a Comment