24.3.14

Petualangan Murahan

Di laut yang kaku selendang sutra membeku. Merayap, menyantap, menangkap kamuflase di antara aurora-aurora abu. Serupa namun tak berupa. Berkeliling di antara rerumputan bulu kuduk yang berirama menandakan nada bersama ritma-ritma jengah.

Sampai ke hutan, telusuri senja. Manusia miskin menyeringai tegun sungguhnya sejuk di antara damai. Tak dirasa-rasa karena biasa saja. Sama dengan sephia lain. Pelan, dan tepat senja beruntun mati. Maka, itu diam dan hampa nampaknya lebih baik dan lebih murah dibanding alam murahan lain.

Tiba di atas angkasa sebelum capai puncak luarnya, Mars menyapa. Menyalamkan violet diteguk merah. Hingga Merkuri tiupkan bisik bersenggama bersama Venus yang mencinta anus. Pemandangan itu, visual itu, sketsa itu rupa-rupanya rupawan sekali. Semesta menamainya lebih indah dari seni.

No comments:

Post a Comment