19.10.12

Lilin untuk KURVA

Mengaku jalang beremang melayang-layang. Menghantui penikmat dosa beserta runcingan gunjingan kotoran cinta, sebutnya. Entah berantah mengapa sukar bernafas terengah. Cari-cari dicarinya siapa ia dalam guratan sketsa. Tergambarlah imaji tanduk pencuri belalai-belalai bertekstur mancur.

Kotor menyulam sulaman kelam berupa penghuni setiap malam. Air bermancur memancurkan dahaga kesadaran nestapa, ialah ketakutan. Tak berjantung, serupa bunga bangkai membusukkan kehidupannya dalam kebun semesta. Mengusikkan pencium indera bermakna menyentuh keauman masa dimana berseteru dengan kiasan Kurva berulah.

Labirin bertebaran mengumbar lebarnya sudut-sudut lancip menggajilkan nanah pemikir. Jebakan penjebak di diri menjebak si terjebak. Kebingungan membingungkan pembingung dalam kata bingung. Getir bergetar berujung seni ketakutan. Memahat racun, melukis kalut. Bisu membisukan segala kebisuan hingga terus membisu.

Redup, lalu meredup seketika kedipan lilin titipan Pencipta menjuntaikan irama harapan kembali. Hingga tersadar dari kesadaran tak bersandar, disadari ia mayat hidup terkubur kubangan gelapnya kegelapan tak berhati, Tutupnya ketertutupan sebutnya penutup hati yang tak pernah mau melangkah sedikit pun.

Remangnya kerlipan lilin pemersatu doa dan dogma. Beruntai kata-kata indah teduhkan kosongnya jiwa. Seni ketakutan hilang tak berusap raga, sadarkan dirinya tak semudah itu berpikir hidupnya adalah prostitusi dunia.

Batu nisan Kurva mencabutkan diri yang sekaligus bangkit oleh uluran jemari lilin-lilin si Penari Semi. Melihat, berperasa, meneduh dan berdahaga kembali memaknai hati, hidup dan dunia. Siapakah kini masanya Kurva itu? Kini ia adalah seni ketakutan yang melusuh berkubang dalam bingkai berbangkai liang lahat. Melangkah terangkat bersama sang Penari. Mencoba sembuh untuk berjalan dalam jalanan perjalanan kehidupan.
(Dia tersenyum)

'Selalu bersiaplah dengan hal terburuk sekali pun.'
DUMM

No comments:

Post a Comment